Page 216 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 216
Masalah Agraria di Indonesia
Dengan dihapusnya apanage (mulai tahun 1912), maka hak
ketib kulon untuk menarik bayaran dari daerahnya itu juga
dihapuskan. Sejak itu indung di desa itu masuk urusan ka-
wedanan.
Masih ada bentuk tanah lain yang disebut Kebonan, yaitu
pekarangan dan kebun buah-buahan yang ada di luar pusat
kota yang menurut peraturan diberikan kepada Rijksbes-
tuuder. Ada juga yang diberikan kepada keluarga raja yaitu
Pangeran Mangkubumi. Ada juga sebagian tanah yang diberi-
kan sebagai lungguh kepada Bintangleksana dengan kewajiban
memelihara dam di Kali Winanga. Bintangleksana ada di bawah
kekuasaan Kepatihan. Orang membeli sebagian tanah sebagai
indungnya Patih. Penduduk pemilik pekarangan di tanah
kebonan hubungannya dengan patuh seperti penduduk di
tanah kasentanan. Seperti juga di kampung Lempuyangan dan
Tukangan yang dulunya sebagai kampung mutihan Kepatihan,
karena di kedua desa itu terdapat kuburan orang-orang yang
beriwayat.
Patih dulu adalah patuh (apanagehouder) biasa di kedua
desa itu. Tetapi pekerjaannya dikuasakan kepada orang lain
(patuh gaduh). Dengan dihapusnya apanageschap, maka
patuh gaduh diberhentikan. Penduduk desa di situ menjadi
indung cangkok dari Patih.
Setelah kebonan, masih ada Kampung penduduk yang
berdiri sendiri. Selain tanah-tanah pekarangan yang masuk
dalam golongan, kasentanan dan lain-lain, masih terdapat
beberapa pekarangan yang tidak termasuk dalam macam-ma-
cam kampung tadi dan berdiri sendiri. Terhadap tanah-tanah
ini Negeri sebagai patuh, dan orang-orang penduduk di situ
dinamakan “pengindungan negari”.
195