Page 296 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 296
Masalah Agraria di Indonesia
sudnya bahwa tanahnya dulu diambil dijadikan onderne-
ming dengan tidak menurut kehendaknya, tetapi karena
perintah halus terpaksa menyerahkan dengan mendapat
ganti kerugian sekedarnya.
Jadi bukannya perampasan tidak dengan sah, melainkan
perampasan yang sudah menurut hukum “perampasan
yang sah”. Sebagai telah diterangkan di muka mengenai Un-
dang-undang Erfpacht, tanah yang boleh diberikan untuk
dijadikan tanah erfpacht ialah tanah-tanah yang bebas,
yang berupa hutan belukar, tetapi dengan perkecualian atas:
tanah yang ada di tengah-tengah tanah erfpacht, milik
Indonesia, yang pemiliknya suka “menyerahkan haknya
dengan kemauan sendiri”
Apa yang diterangkan oleh orang-orang tani di sana mem-
buktikan bahwa pengambilan yang dikatakan “pemiliknya
menyerahkan dengan kemauan sendiri” itu prakteknya
terjadi dengan paksaan (halus atau kasar), dan rakyat ter-
paksa melepaskan dengan rasa sesal dan dendam hati. Atau
terkadang disebabkan satu gencetan atas tanah yang dalam
kepungan onderneming yang prakteknya nanti akan selalu
dirugikan, dengan soal air, soal hama, dan sebagainya hingga
karena itu terpaksa menyerahkan.
Menurut hukumnya—hukum tanah Hindia Belanda—me-
mang mereka sudah menyerahkan tanahnya itu, entah ter-
jadi karena apa. Onderneming telah menerima tanah itu
dengan sah, dalam arti sudah diperbolehkan oleh peme-
rintah menurut peraturan yang beraneka warna itu yang
tidak dapat difahami oleh rakyat yang hanya menyerah ka-
rena takut.
Indonesia merdeka dipandang oleh rakyat sebagai tempat
275