Page 300 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 300
Masalah Agraria di Indonesia
yang mempunyai penghasilan tertentu, tiap-tiap bulan.
Karena penyicilan dari orang tani tidak beres, tanah-tanah
itu dicabut dan dilelangkan, dijual kepada siapa yang dapat
menyicil tiap-tiap bulan. Yang dapat menyicil ialah orang-
orang gajian, orang yang mempunyai gaji besar. Tanah jatuh
ke tangan mereka. Dengan mengangsur tiap bulan f 40, —
sampai f 120— yang hanya dapat dipikul orang-orang yang
bergaji besar, bisa mendapatkan tanah sawah 10 sampai
30 ha. Kaum yang bergaji besar itulah yang mendapatkan
tanah-tanah ini. Banyak orang-orang (orang kaya, pegawai
negeri, BB, pegawai onderneming, pensiunan) yang kemu-
dian mempunyai sawah, berpuluh-puluh ha (sampai ada
yang mempunyai 60 ha), dengan tidak tahu dimana letak
sawahnya itu, tetapi tiap-tiap tahun menerima hasil padinya
dari orang tani yang diperas itu. Rakyat tani yang membuka
rawa, menjadi korban malaria, sudah terlanjur menjual
tanah di kampungnya yang lama, terpaksa menjadi buruh,
mengerjakan tanah orang-orang yang tidak tahu dimana
letak sawahnya itu, karena kekuasaan uangnya.
Penipu pemerasan yang merajalela atas rakyat yang miskin
dan sengsara itu menjadi bibit pertengkaran dan sumber-
sumber perkara. Banyak fitnah kepada rakyat, dengan tu-
duhan mencuri, merampas dan sebagainya dengan akibat
penangkapan dan penahanan. Sebagai contoh dapat dike-
mukakan kejadian perkara atas 3.000 ru persegi (6 bahu)
sawah. Seorang pegawai A. V. B. (Algemene Volks Crediet
Bank = Bank Rakyat) yang merasa punya sawah dengan
membeli secara lelang dari Bank Rakyat mendakwa kepada
4 orang tani yang membuka rawa. Sesudah ada lelangan 4
petani itu sudah membayar kepada Bank Rakyat, tetapi
279