Page 298 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 298
Masalah Agraria di Indonesia
tanah itu kemudian harus mendapat surat pengesahan yang
dinamakan “cap singa”. Rakyat menunggu-nunggu menda-
patkan blangko tanah, dan mengharap-harap segera ditarik
“pajak bumi” (landrente) sebagai tanda sahnya hak milik
yang sudah dibuka. Lama menunggu, akhirnya pada tahun
1930 mereka mendapat keterangan dengan pemberitahuan
bahwa sebagian besar tanah yang dibuka rakyat dijadikan
sawah itu adalah kepunyaan onderneming karet Bantar-
dawa. Orang-orang yang sudah membuat rawa menjadi
sawah itu oleh onderneming diperbolehkan terus mena-
naminya asal mau membayar cukai tiap-tiap tahun 600 kg
tiap hektar.
Orang yang tidak suka menandatangani cap jempol penga-
kuan bahwa sawah yang dikerjakan itu kepunyaan onder-
neming, disuruh pergi meninggalkan sawahnya. Orang-
orang yang sudah susah payah, dengan tenaga dan biaya
yang tidak sedikit, dengan menyabung nyawa bergulet
dengan malaria yang ganas, kemudian diusir disuruh pergi.
Dengan segala akal dan tipu muslihat, orang-orang dibujuk,
ditakut-takuti, diancam, supaya meninggalkan tempatnya.
Kaki tangan onderneming menjalankan siasatnya, dengan
segala akal, untuk memenuhi perintah tuannya. Kalau tidak
dapat dengan halus, dengan kekerasan pun dijalankan juga.
Siksaan, pembakaran rumah, dijalankan dengan secara gelap
oleh kaki tangan onderneming itu.
Akhirnya terdapat perdamaian antara pihak BB dengan on-
derneming yang mengatur bagaimana baiknya. Kesim-
pulannya, sawah bekas rawa itu akan ditukar dengan tanah-
tanah gunung yang ada di sekitar onderneming itu, karena
onderneming lebih memerlukan tanah-tanah gunung yang
277