Page 323 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 323
Mochammad Tauchid
tanah onderneming bekas diduduki rakyat sebelum Belanda
menyerbu di daerah itu, tetapi selama pendudukan Belanda
tidak dikerjakan rakyat, sekalipun onderneming juga tidak
menguasai tanah itu sudah tidak masuk “tanah pendudukan
rakyat” dan menjadi haknya onderneming kembali dengan
sendirinya. Penafsiran semacam ini menimbulkan tindakan
balas-membalas. Di salah satu daerah terjadi: rakyat yang
mengerjakan tanah yang dengan izin pihak pemerintah telah
dikembalikan kepada onderneming dituduh melanggar pasal
550 buku Hukum Pidana, yaitu menginjak tanah orang lain
dengan tidak izin. Jadi bukan tuduhan okupasi yang tidak sah.
Sebaliknya di daerah lainnya terjadi: rakyat mengakui hak on-
derneming atas sebidang kebun yang masih ada tanaman
karetnya, tetapi di kelilingnya kebun itu sudah merupakan
tanah-tanah bekas bumi hangus yang diduduki rakyat. Sebagai
tindakan pembalasan atas sikap pihak onderneming dulu yang
mempersukar orang lalu lintas di tanah onderneming untuk
masuk ke kampungnya di tengah-tengah kepungan onderne-
ming, sekarang rakyat berganti melarang orang-orang onder-
neming melewati tanah yang diduduki untuk masuk kebun-
nya.
Di daerah itu juga terjadi persoalan kebun karet yang dibu-
mi-hanguskan dan diduduki rakyat, pada waktu agresi militer
ditinggalkan rakyat. Bekas pohon-pohon karet itu tumbuh
tunasnya yang baru (tunggul-tunggulnya). Pada waktu “penye-
rahan kedaulatan” karet-karet tunggul itu sudah dapat disadap
kembali. Rakyat mengganggap tanah itu tanah bekas bumi
hangus, dan menjadi kepunyaannya. Tetapi pihak onderne-
ming menganggap bahwa kebun itu adalah kebun karet yang
lama bukan kebun bekas bumi hangus. Karena itu menjadi
302