Page 348 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 348

Masalah Agraria di Indonesia

                Nederlandsch Ind³¸), kecuali hal-hal yang bersangkutan
                dengan hukum agama dan adat. Maksud Van de Putte mem-
                persamakan hak-hak tanah bangsa Indonesia dengan hak
                eigendom bangsa Barat, supaya hak tanah Indonesia lebih
                kuat untuk menjaga dari tindakan semau-maunya pihak
                Pemerintah dengan hak domeinnya atas tanah yang bukan
                eigendom. Pasal 12 rancangan itu menerangkan bahwa tanah
                milik eigendom Rakyat tidak boleh dijual kepada orang yang
                bukan bangsa Indonesia, kecuali dengan izin perkecualian
                karena hal-hal yang luar biasa. Pelanggaran atas hal ini dapat
                dinyatakan tidak sah atas jual beli yang sudah dijalankan.
                    Untuk persewaan tanah antara bangsa Indonesia dengan
                orang asing diperlukan surat perjanjian, dengan ketentuan
                tidak boleh lebih lama dari 10 tahun, dengan persetujuan
                Kepala Pemerintah Gewes atau Kepala Daerah (pasal 14). Pasal
                4 menyebutkan bahwa tanah-tanah untuk rumah-rumah,
                bangunan, jalan-jalan, pasar-pasar, air pipa dan semua
                bangunan-bangunan untuk kepentingan umum, yang peme-
                liharaannya dijalankan oleh desa, masuk lingkungan kekuasaan
                desa.
                    Pasal 5 rancangan itu mengakui kedudukan hukumnya
                “Desa Perdikan”, dan tanah-tanah lainnya yang dianggap
                keramat. Pasal 6 merupakan permulaan Domeinverklaring,
                yang bermaksud: “Semua tanah, yang tidak termasuk dalam
                pasal-pasal di muka, yang sebelum berlakunya undang-
                undang itu, tidak dapat dinyatakan dengan hak eigendom,
                masuk kepunyaan Negeri”. Dari pengalamannya puluhan
                tahun di tengah-tengah masyarakat Indonesia di Jawa sebagai
                orang pabrik gula (suiker fabrikant), F. v. de Putte mengenal
                adat-adat yang ada di daerah Jawa, bahwa menurut hukum

                                                                  327
   343   344   345   346   347   348   349   350   351   352   353