Page 351 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 351
Mochammad Tauchid
ditolak oleh perlamen, karena dianggap tidak penting. Perde-
batan mengenai persoalan “tanah-tanah kepunyaan pendu-
duk yang mana yang dikecualikan dari pemberian erfpacht”
waktu membicarakan rancangan itu, memberi juga bahan un-
tuk isi peraturan-peraturan yang dirancangkan kemudian oleh
Menteri de Waal.
Pada tahun 1868 E de Waal (dari golongan Liberal) men-
jadi menteri Jajahan. Akhirnya dialah yang berhasil dapat
menyelesaikan masalah kolonial dalam lapangan tanah.
Rancangannya dapat diterima menjadi Undang-undang
Agraria (Agrarisch Wet) 9 April 1870. Usahanya berhasil,
karena dia mencari akal dengan pembatasan rancangannya.
Dia tidak mengajukan rancangan yang luas dengan Undang-
undang yang tersendiri.
Kepada Parlemen sebagai Badan Politik dia hanya menge-
mukakan 5 dasar-dasar yang dianggap pokok harus disele-
saikan. Peraturan dan pelaksanaannya lebih luas selanjutnya
dari dasar-dasar itu akan diatur dengan Peraturan Umum
(Algemeene verordening) sebagai peraturan yang tidak usah
ditentukan dalam Parlemen. Cara ini dianggap akan lebih
menyempurnakan isi peraturan yang diadakan, karena
pengertian keadaan daerah lebih luas dan dalam daripada
orang-orang di pemerintah Pusat (Negeri Belanda). De Waal
sendiri segera mengajukan usul memasukkan ke dalam
Koninklijk Besluit yang pertama, dan masuklah isi rancangan
itu dalam “Agrarisch Besluit” 20 Juli 1870, sebagai peraturan
dari 5 pokok dalam undang-undang yang singkat.
Pihak Parlemen umumnya berkeberatan dengan keten-
tuan bahwa peraturan-peraturan selanjutnya hanya akan dite-
tapkan oleh Badan-badan Pembuat Undang-undang yang lebih
330