Page 349 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 349
Mochammad Tauchid
adat, Rakyat mempunyai hak atas tanah-tanah yang masih
bebas belum diusahakan, yaitu hak buka tanah (ontginning-
srecht), dan dengan jalan itu dapat menerima hak milik, serta
hak mengambil hasil hutan.
Pasal 18 dan 19 menerangkan tentang tanah-tanah yang
masuk kepunyaan Negeri. Pasal 18 berisi peraturan, bahwa
Rakyat yang hendak membuka tanah kosong kepunyaan
negeri harus minta izin kepada Pembesar Daerah. Pasal 19
menerangkan pengakuan atas tanah-tanah itu dengan hak
memakai. Kalau tanah itu akan diambil harus diganti kerugian.
Rancangan Undang-undang itu dengan jelas mengatur
perlindungan milik Rakyat, disamping memberikan jaminan
secukup-cukupnya untuk kepentingan onderneming. Ran-
cangan Undang-undang itu juga memuat tentang hutan-hutan
kepunyaan Negeri (domaniale bosschen) dan perkebunan
Negeri, yang menurut R.R. pasal 56 masih diteruskan.
Dengan rancangan Undang-undang itu dimaksudkan akan
dapat memecahkan masalah penjajahan bagi kedua pihak dan
menentukan batas-batas yang terang antara tanah-tanah yang
didiami dan diusahakan Rakyat, dengan tanah-tanah di luar
itu yang menjadi tanah Negeri yang bebas.
Rancangan Undang-undang Fransen van de Putte akhir-
nya ditolak oleh Parlemen, diantaranya karena oposisi dari
kawan separtainya Torbecke. Parlemen dalam pemandangan
umum selama 14 hari (tanggal 1 sampai 17 Mei 1866) berputar
kepada pembicaraan pasal 1, dan karena pasal 1 itulah Parle-
men menolaknya.
Suara terbanyak dalam Parlemen menentang maksud
pasal 1 itu, yang akan memberikan hak eigendom atas tanah-
tanah milik rakyat, karena katanya tidak sesuai hak Barat
328