Page 343 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 343
Mochammad Tauchid
Grobogan dan Demak dengan menghabiskan sebagian besar
penduduk di sana.
Jeritan kelaparan Rakyat yang tertindas dan diperas oleh
Cultuurstelsel itu rupanya membisikkan kepada orang-orang
Belanda yang tidak berhati batu.
Di Staten Generaal (Parlemen) Negeri Belanda kemudian
timbul persoalan mengenai bagaimana pemakaian tanah dapat
diatur, hingga dapat memberikan keuntungan sebesar-besar-
nya bagi Belanda dengan tidak usah mengulang cara yang
lama.
Rancangan Regeerings Reglement tahun 1854 yang ber-
dasarkan Undang-undang Dasar (Grondwet) Negeri Belanda
tahun 1848 didahului dengan Undang-undang kerajaan
(Rijkswet), menetapkan dasar-dasar dan cara-cara penyeleng-
garaan perkebunan Pemerintah (Gouvernements cultures)
yang dianggap masih perlu dilanjutkan.
Dalam pasal 56 RR tahun 1854 ditetapkan cara perlin-
dungan kepada Rakyat atas tanah pertaniannya, disamping
penyelenggaraan perkebunan Pemerintah itu. Dalam Undang-
undang yang baru itu ditetapkan, bahwa Gubenur Jenderal
memegang kekuasan yang tertinggi dalam urusan perkebunan
Pemerintah, kemudian ditambah dengan 5 pasal lainnya lagi
yang mengatur pemakaian tanah selanjutnya.
Undang-undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870, sebagai
pengganti paal 56 RR, ditetapkan untuk mengubah “peru-
sahaan gula paksa” dengan “perusahaan gula merdeka”dengan
tenaga pekerja merdeka (vrije arbeiders). Pemakaian tenaga
paksa dengan berangur-angsur dihapuskan. Perturan peng-
gantian pemakaian tenaga kerja paksa dengan tenaga merdeka,
tidak dijalankan sekaligus karena dikhawatirkan akan tidak
322