Page 340 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 340
Masalah Agraria di Indonesia
I sejak tahun 1824, dengan kapal-kapalnya. Selanjutnya
Nederlandsch Handel Maatschappy menjual barang-barang
hasil bumi Indonesia itu di pasar dunia. Uang penjualannya,
sebagian untuk Pemerintah Belanda dan sebagian untuk Peme-
rintah Hindia Belanda.
Sesudah tanaman tebu dan nila, menyusul tanaman kopi.
Untuk tanaman kopi ini tidak memakai tanah pertanian Rak-
yat, tetapi tanah yang masih berupa hutan belukar yang terle-
tak di luar daerah perkampungan Rakyat. Dengan demikian
dianggap tidak mengganggu tanah pertanian Rakyat, karena
tidak mengurangi luas tanah pertanian Rakyat yang ada. Tetapi
karena tanah itu letaknya jauh dari tempat kediaman Rakyat,
Rakyat yang harus mengerjakan itu, terpaksa meningalkan
kampung dan tanah pertaniannya. Terpaksa tidak dapat
mengerjakan tanahnya sendiri.
Kekurangan uang negeri Belanda yang sangat mendesak
mendorong Gubernur Jenderal Van den Bosch yang merang-
kap juga Komisaris Jenderal, bertindak sebagai diktator, men-
jalankan usaha Cultuurstelsel dengan sekeras-kerasnya dan
sehebat-hebatnya. Semua pegawai, baik Belanda maupun bu-
miputra, dikerahkan untuk mengawasi pekerjaan Rakyat
secara keras. Akhirnya beban Rakyat menjadi sangat berat,
tidak dapat dipikul lagi.
Karena hasil kekerasan Van den Bosch, yang secara hebat
dan kejam mengerahkan tenaga Rakyat untuk Cultuurstelsel
tidak lama tanah Jawa, dari selat Sunda sampai selat Bali men-
jadi kebun yang indah menghijau dengan tanaman bahan-
bahan ekspor, sumber kekayaan yang tidak ternilai.
Tanah yang dipergunakan untuk Cultuurstelsel semua ±
1 / luas tanah Jawa. Untuk mengerjakan ini dipakai tenaga
18
319