Page 195 - Pengantar Hukum Tata Negara
P. 195

184   Dian Aries Mujiburohman


            bertahan  lama, kedua, faktor  Presiden  (konstitusional) Presiden,
            ketiga, faktor tentara (ABRI), keempat, kegagalan mencapai suara 2/3
                                                                       333
            dalam pemungutan suara yang dilakukan dalam rapat Konstituante.
            Berbagai pendapat  berbeda  mengenai dekrit  presiden  5 Juli 1959
            tersebut dianggap diterima oleh rakyat Indonesia karena tidak ada
            lembaga negara yang nyata-nyata yang menentang dekrit tersebut,
            yang ada  jutru  sebaliknya, yaitu  penerimaan  dekrit  tersebut  oleh

                                                                       334
            Dewan  Perwakilan  Rakyat  hasil pemilihan  umum  tahun  1955,
            selain  itu, dipandang dapat  mengakomodasi aspirasi politik  dua
            golongan  yang berbeda  di konstituante, Partai politik  islam  dapat
            menerima  dekrit  Presiden  tersebut  karena  dalam  konsidernya
            dinyatakan,”Piagam  Jakarta  Menjiwai UUD 1945” sedangkan
            golongan lain juga dapat menerimanya, karena kembali ke UUD 1945
            berarti Pancasila  tetap  menjadi dasar  negara  Indonesia. 335  Bahkan

            dekrit mendapat dukungan luas dari masyarakat, Mahkamah Agung
            dan ABRI. 336

                c.  Demokrasi Pancasila
                Istilah Demokrasi Pancasila digunakan secara resmi mulai tahun

            1968 melalui Tap  MPR No. XXXVII/MPR/1968 tentang Pedoman
            Pelaksanaan  Demokrasi Pancasila. Esensi demokrasi Pancasila
            adalah kerakyatan yang dipimin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


            333  Martin  H. Hutabarat, Zairin  Harahab, Dahlan  Thaib, Ed.  Hukum
                dan Politik Indonesia; Tinjaun Analitis Dekrit Presiden dan Otonomi
                Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 38.
            334  Menurut  Harun  Alrasid pembubaran  susunan  DPR itu  karena
                ditolaknya  anggaran  yang diusulkan  pemerintah, maka  dipakai
                anggaran sebelumnya, jadi bukan DPR yang dibubarkan, Lihat Harun
                Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Op.cit, hlm. 19.
            335  Ahmad Syaii Ma’arif, Islam dan Masalah Negaraan,  (Jakarta: LP3ES,
                1985), hlm. 181.
            336  MJ Kasiyanto,  Masalah Sospol dalam Pembangunan; Kharismatik,
                Fundamentalis, Revolusi, Gagal Membangung.  (Jakarta: Yayasan  Tri
                Mawar, 1995), hlm. 168.
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200