Page 212 - Pengantar Hukum Tata Negara
P. 212

Pengantar Hukum Tata Negara  201


                  Hukum dasar yang tidak tertulis disebut juga dengan konvensi,
              kebiasaan  ketatanegaraan  atau  hukum  adat. dalam   konteks
              penjelasan  UUD 1945 asli hukum  dasar  yang tidak  tertulis  adalah
              konvensi karena  dalam  akhir  kalimat  “aturan-aturan  dasar  yang
              timbul dan   terpelihara  dalam  praktek  penyelengaraan  negara
              meskipun tidak tertulis”.

                  Konvensi atau  kebiasaan  ketatanegaraan  mempuyai kekuatan
              yang sama dengan undang-undang karena diterima dan dijalankan,
              bahkan  sering kali kebiasaan  ketatanegaraan  dapat  mengeser
              peraturan  hukum  yang tertulis. 356  Konvensi tidak  mempuyai daya
              paksa  secara  hukum, sanksi hukum, upaya  hukum  atau  lembaga

              yang dapat  secara  langsung digunakan  untuk  mendorong atau
              memaksa penaatan terhadap konvensi. 357
                  Menurut   Ismail  Sunny   menyebutkan    bahwa   konvensi
              ketatanegaraan  dapat  diartikan  sebagai perbuatan  ketatanegaraan
              yang dilakukan berulang sehingga dapat diterima dan ditaati dalam
              praktek ketatanegaraan suatu negara, walaupun perbuatan tersebut

              bukan hukum.  Apa yang mendorong ketaatan terhadap konvensi,
                           358
              Dicey mengutarakan dua faktor yang biasanya dipergunakan sebagai
              dasar ketaatan pada konvensi, yaitu: (a) the fear of impeachman; dan
              (b) the force of public opinion. 359

                  Di dalam  UU Pemilihan  Presiden  dan  Wakil Presiden  tidak
              ada  ketentuan  yang mengatur  tentang konvensi, hanya  mengatur
              tentang Tata  Cara  Penentuan  Pasangan  Calon  Presiden  dan  Wakil


              356  Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
                  Indonesia,  cet. Kelima, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara   FH
                  UI, 1983), hlm. 50.
              357  Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, (bandung: armico, 1987), hlm.
                  49.
              358  Ismail Sunny, Pengeseran Kekuasaan Eksekutif,  (Jakarta:Aksara  baru,
                  1986), hlm 31-46.
              359  Ibid.
   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216   217