Page 152 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 152

modernisasi armada perikanan tangkap milik sejumlah nelayan lokal,
             selain mengoperasikan sejumlah armada penangkapan  trawl modern
             bertonase besar milik mereka sendiri. Setidaknya di akhir tahun 1970-an,
             kegiatan eksploitasi perikanan tangkap (khususnya udang) dengan
             menggunakan armada  trawl modern semakin intensif dilakukan di pantai
             timur Kalimantan. Sampai dengan tahun 1990, jumlah armada perikanan
             laut di Propinsi Kalimantan Timur telah mencapai 9.609 unit (Dinas
             Perikanan Propinsi Kalimantan Timur, 1991). Sebagian besar armada
             perikanan tangkap tersebut tidak dilengkapi dengan Izin Usaha Perikanan
             (IUP) sesuai Perda No. 3 tahun 1974 dan PP No. 15 tahun 1990. Pada
             periode ini juga ditandai dengan lahirnya ponggawa pengikut, sebagai
             konsekuensi logis atas semakin meningkatnya kegiatan usaha perikanan
             tangkap berikut jumlah produksinya, sehingga membuka peluang bagi
             kehadiran pedagang perantara baru pada area-area yang tidak mampu
             ditangani langsung oleh perusahaan eksportir, maupun para ponggawa
             perintis.
                 Meskipun demikian, modernisasi armada perikanan tangkap dengan
             menggunakan  trawl tersebut, pada awalnya ternyata menghadapi resistensi
             dari masyarakat di sekitar Delta Mahakam (khususnya masyarakat  Muara
             Pantuan dan Sepatin), karena dianggap sangat eksploitatif sehingga
             cenderung merusak ekosistem kawasan dan keseimbangan sumberdaya
             perikanan. Artinya jauh sebelum pemerintah melakukan pelarangan
             penggunaan  trawl dengan menerbitkan Keppres No. 39 Thn 1980,
             masyarakat lokal sebenarnya telah memiliki “kesadaran ekologis” untuk
             tidak menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan
             sustainable. Namun, penolakan tersebut tidak bertahan lama, sebagai
             konsekuensi terjadinya kesepahaman antara pihak perusahaan dengan
             elit masyarakat setempat yang menuntut pengoperasian  trawl jauh
             dari pinggiran pantai/muara-muara sungai di sekitar kawasan Delta
             Mahakam dan pelarangan pengoperasian  trawl di malam hari. Sejak
             saat itulah, nelayan setempat yang tadinya anti  trawl mulai bergeser ikut
             memanfaatkan alat tangkap  trawl yang lebih efektif dan efisien dalam





             Siasat Menguras Sumberdaya Perikanan                         125
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157