Page 157 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 157

dan sekitarnya (pada kedalaman < 20 meter) mencapai 9.300 ton/tahun,
            dengan upaya penangkapan optimum lestari 38.875 trip/tahun. Kawasan
            pada kedalaman tersebut, menurut Yuliani telah mengalami kelebihan
            tangkap ( over fishing), karena kondisi aktual menggambarkan upaya
            penangkapan optimal telah dicapai, begitu juga kecendrungan produksi
            yang menurun, bahkan telah melampaui tingkat keseimbangan akses
            terbuka (open acces). Temuan tersebut senada dengan analisa Dahuri
            (2009), yang menyatakan total produksi perikanan tangkap dari laut
            Indonesia pada 1999, telah mencapai 3,7 juta ton atau 58% dari  MSY
            (Maximum Sustainable Yield). Kondisi inilah yang kemudian menjadi
            alasan “survival” nelayan setempat, sehingga kembali beramai-ramai
            memanfaatkan alat tangkap  trawl yang telah dilarang, karena dianggap
            lebih efektif dan efisien dalam menangkap udang.
                Meskipun diyakini nelayan tradisional setempat, stok perikanan di
            sekitar perairan Delta Mahakam saat ini telah terdegradasi, sehingga
            berimbas pada hasil tangkapan mereka yang semakin minim, namun data
            statistik (seperti terlihat pada Tabel diatas), menunjukkan bahwa produksi
            perikanan tangkap cenderung meningkat meskipun peningkatannya
            fluktuatif. Hal ini mengindikasikan, peningkatan produksi perikanan
            tangkap lebih banyak ditopang dari hasil tangkapan nelayan-nelayan/
            armada perusahaan-perusahaan eksportir yang memiliki kapal dengan
            tonase besar dan modern, sehingga mampu beroperasi efektif meskipun
            jauh dari pantai.
                Degradasi stok udang yang terjadi di perairan Delta Mahakam dan
            sekitarnya, tentu tidak hanya diakibatkan maraknya kegiatan illegal
            fishing karena penggunaan alat tangkap  trawl oleh nelayan setempat,
            bersaing dengan kapal-kapal berukuran > 30 GT dan moderen dari luar
            Kalimantan Timur yang juga melakukan eksploitasi udang di kawasan
            yang sama. Namun, lebih disebabkan ketiadaan regulasi yang dapat
            diaplikasikan dalam mengatur jalur penangkapan, berikut pembagian
            zonasi sesuai ukuran kapal, penentuan dimensi kapal dan alat tangkap,
            daerah konservasi udang dan aturan pendukung lainnya. Akibatnya
            persaingan dengan “hukum rimba” dalam kegiatan penangkapan



         130                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162