Page 158 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 158

udang tidak terhindarkan, hanya nelayan yang memiliki teknologi dan
             efisiensi usaha tingkat tinggi yang akan tetap survive dan memperoleh
             keuntungan optimal. Padahal, untuk menghasilkan satu kilogram udang
             membutuhkan biaya rata-rata sebesar Rp. 12.068, sehingga menurut
               Juliani (2004) usaha penangkapan udang di kawasan Delta Mahakam
             tergolong tidak efisien.
                 Sementara kiriman air tawar pada musim hujan, dari daerah hulu
             Sungai Mahakam yang kondisi hutannya juga terdegradasi ke arah muara
             sungai, menyebabkan “terhambatnya” migrasi udang ke perairan dangkal,
             karena “terdorong” menjauhi muara sungai/pantai ke perairan yang lebih
             dalam. Selain itu selektifitas alat tangkap, penggunaan bahan peledak dan
             beracun dalam perikanan tangkap juga menyebabkan kerusakan ekosistem
             yang menimbulkan dampak lanjutan berkurangnya stok udang dan ikan.
             Sedangkan konversi hutan mangrove menjadi area pertambakan yang
             massive turut menghancurkan habitat alami yang menjadi spawning ground
             dan nurshery ground bagi perkembangbiakan udang. Hasil pengujian
             menunjukkan bahwa ada interaksi positif antara keberadaan hutan
             mangrove dengan produksi perikanan tangkap, khususnya udang dan
             pelagis kecil, sebesar 27,21%, artinya 27,21% produksi udang dan pelagis
             kecil dikontribusikan oleh adanya ekosistem mangrove ( Indra, 2007).
             Hasil penelitian lainnya yang dirangkum  Indra (2007) dari  Paw and Chua
             (1989) juga menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara luas area
             mangrove dengan penangkapan udang penaeidae di Philipina.  Begitupun
             temuan  Martusobroto (1978) dan  Naamin (1984), juga menyatakan
             adanya hubungan positif antara hasil tangkapan udang tahunan dan luas
             mangrove di seluruh Indonesia. Hal yang sama ditemukan Ng (1985)
             dalam  Supriharyono (2000) di  Malaysia, di daerah semenanjung sebelah
             barat dengan tutupan mengrove sekitar 96% menghasilkan 433.988 ton
             produksi ‘ikan’ (termasuk udang dan kerang-kerangan), dibandingkan
             133.226 ton produksi ‘ikan’ di semenanjung sebelah timur yang hampir
             tidak ada mangrovenya.
                 Akibatnya bisa diduga, nelayan-nelayan tradisional yang hanya
             mampu mengoperasikan kapal < 5 GT, sulit bersaing dengan kapal-



             Siasat Menguras Sumberdaya Perikanan                         131
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163