Page 160 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 160
empang yang belum jadi tersebut, dari panen pertamanya, Haji Lamat
mengaku berhasil memanen udang windu seberat ½ ton dengan harga
sekitar Rp. 3.500/Kg. Sejak saat itu kegiatan pertambakan tradisional,
mulai menarik minat banyak pemilik kebun kelapa dan nelayan di sekitar
kawasan Delta Mahakam untuk mencoba peruntungan dengan membuka
tambak-tambak baru.
Kegiatan pertambakan dengan konversi hutan mengrove, semakin
marak dilakukan pasca pemberlakukan Kepres No. 39 Thn 1980 dan
Inpres No. 11 Thn 1982. Pekembangan kegiatan pertambakan di aras lokal
tersebut, tidak terlepas dari “dukungan” Pemerintah Daerah setempat,
melalui berbagai kebijakan yang ditujukan untuk “mengamankan”
kepentingan Pemerintah Pusat, khususnya dalam Program Udang
Nasional. Dimulai dengan penerbitan SK Gubernur Kaltim No. 66
Thn 1987, tentang Rencana dan Ketentuan-Ketentuan Pokok Usaha
Intensifikasi Tambak Udang dan Bandeng Tahun 1988/1989; SK Gubernur
Kaltim No. 83/590-IX/Um-38/1987, tentang; Pencadangan Areal Tanah
Seluas ± 600 Ha di Pulau Letung Daerah Kecamatan Muara Badak
Kabupaten Kutai untuk Pengembangan Budidaya Udang dengan Pola
Tambak Inti Rakyat (TIR); SK Walikotamadya/Ketua Satuan Pelaksana
Bimas Kotamadya Samarinda No. 84 Thn 1987, tentang Intensifikasi
Tambak dalam Kotamadya Samarinda; dst. Secara keseluruhan berbagai
kebijakan yang diambil pemerintah saat itu, telah ikut memicu terjadinya
konversi hutan mangrove di kawasan Delta Mahakam menjadi area
pertambakan secara massal dan massive pada masa selanjutnya.
Sementara, peningkatan permintaan pasar internasional akan
produk perikanan (khususnya udang windu), secara tidak langsung
juga telah “memaksa” para pemilik modal, khususnya perusahaan-
perusahaan eksportir, semakin banyak mengucurkan modal usahanya
untuk mendorong pembukaan tambak-tambak baru di sekitar kawasan
Delta Mahakam. Seiring dengan semakin menurunnya hasil tangkapan
udang nelayan setempat, pasca pelarangan alat tangkap trawl. Besarnya
luasan hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pertambakan, namun tidak memiliki nilai intrinsik, menjadikan “transaksi
Siasat Menguras Sumberdaya Perikanan 133