Page 162 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 162
Delta Mahakam pun “dicap” ilegal oleh otoritas kehutanan. Namun
anehnya, pemerintah (otoritas kehutanan) sebagai penguasa kawasan,
ternyata tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengatasi kegiatan “ilegal”
yang terus berlangsung di atas tanah-tanah negara tersebut. Begitu pula
dengan keberadaan pemukiman di dalam KBK, tidak pernah sekalipun
ditertibkan secara tegas oleh otoritas yang berwenang. Absennya negara
sebagai pihak yang berkompeten dalam menyelesaikan permasalahan
yang muncul atas penetapan Delta Mahakam sebagai kawasan hutan
produksi, telah menjadi preseden buruk bagi terciptanya kesadaran
kolektif dalam tubuh masyarakat yang patuh hukum. Akibatnya bisa
diduga, tidak hanya kawasan pemukiman yang bertambah meluas, namun
juga pembangunan tambak-tambak baru pun semakin tak terkendali,
seiring dengan lemahnya penerapan low enforcement. Pada gilirannya
permasalahan agraria di kawasan Delta Mahakam menjadi semakin
kompleks dan sulit diurai.
Pola relasi antara tanah dan kehidupan petambak tersebut sepertinya
sesuai dengan gambaran Redfield (1985) “sebagai suatu dunia yang
dipenuhi sikap hidup tipikal”. Artinya tanah (lokasi hutan mengrove
untuk area pertambakan) merupakan sumber penghidupan utama bagi
para petambak, walaupun bukan berarti kepemilikan tanah kemudian
menjadi sesuatu yang secara khusus menjadi tuntutan. Mereka merasa
bisa hidup tanpa memiliki tanah, karena bagi petambak di Delta
Mahakam yang lebih penting adalah penguasaan tanah dimana mereka
bisa tetap berproduksi (dengan menjalankan aktivitas pertambakan),
sehingga mampu melanjutkan kehidupannya. Realitas tersebut sekaligus
menjawab logika berpikir para petambak di kawasan Delta Mahakam yang
sebagian besar tidak terlalu ambil pusing dengan status legal formal atas
keberadaan tanah-tanah yang mereka kuasai.
Perlu dicatat disini, sebenarnya melalui Proyek Operasi Nasional
Agraria ( Prona) yang dimulai sejak 1981/1982, sejumlah tanah
perkebunan kelapa milik penduduk di sekitar Delta Mahakam ada yang
berhasil disertifikatkan. Menariknya kegiatan pensertifikatan secara
massal, mudah, murah dan cepat tersebut terus berlangsung pasca
Siasat Menguras Sumberdaya Perikanan 135