Page 155 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 155

(Dinas Perikanan Jatim dalam Shrimp Culture Development Project
             UNDP- FAO, 1990).
                Dalam rangka mendukung pengembangan tambak udang, pasca
            pemberlakuan Keppres No. 39 Tahun 1980, pemerintah kemudian mulai
            mengembangkan infrastruktur yang diperlukan, baik melalui anggaran
            nasional ataupun bantuan asing. Bantuan asing tersebut berasal dari Bank
            Pembangunan Asia ( ADB) melalui Brackishwater Aquaculture Development
            Project ( BADP) dan Bank Dunia melalui Fisheries Support Services Project
            (FSSP). Tahap I dari  BADP dimulai pada 1983/1984 dan berakhir
            tahun 1989/1990. Kegiatan utama proyek ini adalah; 1) pembangunan/
            rehabilitasi saluran pasokan air pertambakan untuk 12.140 hektar tambak
            di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur; 2) pengembangan lima unit
            pembenihan udang masing-masing dengan kapasitas 40 juta nener per
            tahun di Jawa Barat (satu unit), Jawa Timur (dua unit), Aceh (satu unit)
            dan Sulawesi Selatan (satu unit); 3) perluasan; dan 4) kredit.
                Sedangkan Bank Dunia melalui FSSP mulai bekerja pada 1987/1988
            dan berakhir pada 1994/1995. Proyek ini mencakup 1) intensifikasi
            tambak udang seluas 18.000 Ha (Aceh 5.000 Ha, Sulawesi Selatan 11.000
            Ha dan Sulawesi Tenggara 2.000 Ha). Sementara tahap II bantuan  ADB
            melalui  BADP berkaitan dengan ekstensifikasi tambak di Aceh, Sumatera
            Utara, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara
            Barat. Kegiatan proyek ini akan melibatkan sektor swasta sebagai inti dan
            petani tambak sebagai plasma menggunakan konsep  Tambak Inti Rakyat
            (Untung Wahyono dalam Shrimp Culture Development Project  UNDP- FAO,
            1990). Kontribusi utang luar negeri dari sektor ini diperkirakan mencapai
            Rp. 39,5 miliar per tahun, sejak 1983 hingga 2013 mendatang ( Aliansi
            Manado, 2009). Meskipun dalam kenyataannya, program kompensasi
            pengalihan kegiatan ekonomi non- trawl yang telah dialokasikan, banyak
            mengalami hambatan teknis dilapangan, akibat keterbatasan dana kredit
            pengalihan usaha dan “ketidaktersediaan” lahan konversi untuk kegiatan
            perikanan budidaya yang akan dilakukan (lihat penuturan Haji Samir
            dalam kasus ponggawa perintis).





         128                      Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160