Page 76 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 76

13.  Mengenai tanah pekarangan rumah yang berada di ibu kota
                 kecamatan dan yang diperoleh karena warisan atau pembelian, hak
                 milik atas tanah tersebut diakui oleh pemerintah Kerajaan Kutai.

                 Pada zaman pendudukan  Jepang umumnya kebijakan pertanahan
             di Wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara dan khususnya kawasan Delta
             Mahakam tidak mengalami perubahan yang berarti, yang ada adalah
             pemanfaatan tanah untuk peningkatan pangan bagi kepentingan ekonomi
             dan pasukan pendudukan  Jepang. Untuk mendukung program tersebut,
             pemerintah militer  Jepang tetap mempertahankan status Swapraja
             Kerajaan Kutai, sultan tetap diperkenankan menduduki tahtahnya dan
             dinobatkan sebagai Koo. Artinya Sultan Kutai dianggap sebagai keluarga
             Raja  Jepang yang diharapkan dapat mempergunakan pengaruhnya untuk
             mendukung ekspansi militer  Jepang. Meskipun  Swapraja Kutai tetap
             diakui dipimpin oleh seorang sultan, namun keberadaannya berada
             dibawah pemerintahan Militer  Samarinda Ken dengan kontrol langsung
             dari Seibu Kutai Bunken.
                 Untuk kepentingan ekspansi militernya, pemerintah militer  Jepang
             menganjurkan rakyat membuka tanah-tanah hutan untuk perladangan
             dan persawahan seluas mungkin sesuai dengan kemampuan tenaga kerja
             yang tersedia, namun pemerintah militer  Jepang, tidak memperdulikan
             status hukum tanah yang digarap oleh rakyat. Namun kebijakan
             pemerintah pendudukan  Jepang, tidak dapat berlaku efektif di kawasan
             Delta Mahakam, akibat taktik “bumi hangus” Pemerintah Kolonial
               Hindia  Belanda, yang membakar dan menghancurkan sarana-prasarana
             produksi pertambangan minyak dikawasan ini, dengan maksud tidak
             dapat digunakan musuh. Juga serangan  Jepang ketika menduduki kota
               Balikpapan dan  Samarinda, yang mengakibatkan kerusakan sejumlah
             rumah dan perahu-perahu penduduk di sekitar kawasan Delta Mahakam
             yang menjadi pintu masuk bagi penaklukan kedua kota tersebut.
             Akibatnya suasana perkampungan menjadi sepi karena penghuninya
             memilih mengungsi ke daratan Kalimantan yang lebih aman.
                 Setelah tentara pendudukan  Jepang berkuasa sepenuhnya di
             Indonesia, ditetapkanlah UU No. 1 tentang “Menjalankan Pemerintahan


             Merajut Serpihan Sejarah Agraria Lokal                       49
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81