Page 79 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 79
Tenggarong ke Samarinda, sebelum kembali dipindahkan ke Tenggarong
melalui sebuah resolusi yang dikeluarkan DPRD Peralihan pada 1957. Di
dalam status keswaprajaannya, pada 1 Oktober 1953 pemerintah Daerah
Istimewa Kutai masih sempat mengeluarkan peraturan mengenai tata cara
pinjam sewa tanah di dalam wilayah Swapraja Kutai. Pada periode ini,
juga ditandai dengan maraknya kegiatan penyelundupan oleh kapal-kapal
Bugis dari Tawau ( Malaysia) ke kota-kota di pantai timur Kalimantan
(khususnya ke Tarakan dan Samarinda) dengan menggunakan jalur
perairan kawasan Delta Mahakam yang terlindung. Para penyelundup
membawa peralatan rumah tangga, pecah-belah, pakaian, barang-barang
elektronik, makanan kaleng hingga bawang putih. Sementara dari
kawasan ini mereka mengangkut lada, karet, kelapa, produk hutan dan
perikanan. Sejak masa perang revolusi, Delta Mahakam juga menjadi
salah satu tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan ( Levang
2002). Kawasan ini pun dilaporkan pernah menjadi basis perompakan
kapal-kapal dagang yang keluar-masuk Sungai Mahakam.
Praktis sejak 1950, kawasan Delta Mahakam yang termasuk dalam
Daerah Istimewa Kutai seolah-olah kembali ke masa kesultanan, karena
diperintah secara tunggal. Sampai diundangkannya UU No. 27 Tahun
1959, ketika Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi tiga Daerah
Swatantra Biasa, yaitu Daerah Tingkat II Kutai, Kotapraja Samarinda
dan Balikpapan. UU ini sekaligus menghapus keberadaan tiga Daerah
Istimewa/Kesultanan yang ada di Kalimantan Timur, mengingat tidak
disebutnya status Daerah Istimewa Kutai, Bulungan dan Berau di
dalamnya. Realisasi penghapusan Daerah Swapraja/Istimewa Kutai
secara formal, dilakukan pada 20 Januari 1960, ketika Kepala Daerah
Tingkat II Kutai pertama dilantik di Samarinda oleh Gubernur Kepala
Daerah Kalimantan Timur. Peristiwa tersebut menjadi penutup sejarah
pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara yang telah berusia + 660
tahun. Sekaligus membawa konsekuensi beralihnya kewenangan
memungut royalti kegiatan pertambangan dan pajak kegiatan ekonomi
ke tangan Pemerintah Pusat.
52 Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang