Page 83 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 83

1 tahun 1967, karena akan menggantikan peraturan perundang-undangan
            di bidang kehutanan, yang sebagian besar berasal dari zaman kolonialisme
              Belanda dan feodalisme lokal yang beranekaragam coraknya.
                Hasilnya seperti yang diharapkan pemerintah, sebuah konsorsium
            internasional (baca:  IGGI) menyetujui penangguhan pembayaran hutang
            dan nilai rupiah dapat distabilkan dengan mengaitkannya dengan dollar
            AS. Sebagai gantinya, sebagian besar milik asing yang disita pada 1957
            sedikit demi sedikit dikembalikan kepada pemiliknya dan konsesi-
            konsesi baru diberikan, khususnya konsesi minyak bumi dan kehutanan
            ( Lombard, 2005). Yang datang mengalir tidak hanya modal, tetapi juga
            para ahli yang kini bersifat “internasional”. Sementara konfrontasi dengan
              Malaysia segera dihentikan dan Indonesia menjadi anggota  ASEAN,
            pengelompokan negara-negara pro-Barat.
                Berbagai prakondisi ‘pembangunanisme’ ekonomi politik  Orde
            Baru tersebut menurut  Damanhuri (2009), dilatarbelakangi oleh
            beberapa tesis berikut; pertama, memberikan prioritas utama untuk
            pencapaian target pertumbuhan ekonomi tinggi, yang dalam penafsiran
            dan implementasinya diserahkan pada beberapa tim khusus ekonomi
            ( Tim Widjojo,  Tim CSIS,  Tim Sumarlin dan  Tim Habibie), yang secara
            teknokratis menempatkan aliran modal Barat dan  Jepang dalam rangka
            industrialisasi subtitusi import ( ISI) maupun promosi ekspor ( IPE). Kedua,
            membangun setting politik yang menempatkan presiden,  ABRI, birokrasi
            dan  Golkar, sebagai pencipta stabilitas politik yang monolitik untuk
            mendukung at-all-cost suksesnya program-program ekonomi. Ketiga,
            menempatkan target spesifik swasembada  beras dengan memanfaatkan
            gelombang “revolusi hijau”, sebagai penyangga dasar terciptanya stabilitas
            ekonomi politik. Keempat, memberikan fasilitas dan perlindungan tarif
            maupun non tarif kepada kelompok big-businnes (konglomerasi) yang
            diasumsikan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Dan kelima,
            memilih langka represi politik dan militer dalam menghadapi setiap
            halangan, gangguan dan ancaman terhadap semua instrumen ekonomi
            dan politik yang tercipta.





           56                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88