Page 88 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 88

trawl, produksi perikanan tangkap Kalimantan Timur telah mencapai
             37.433 ton. Penghapusan jaring  trawl tersebut, diberlakukan pemerintah
             menyusul terjadinya beragam konflik antara nelayan tradisional dengan
             nelayan jaring  trawl yang beroperasi di Jalur Penangkapan I. Padahal
             sesuai SK Mentan No. 607/KPTS/UN/9/1976, tentang Jalur-Jalur
             Penangkapan Ikan, pukat harimau/jaring  trawl dilarang digunakan pada
             Jalur Penangkapan I. Pada 1999, Jalur Penangkapan I direvisi menjadi
             enam mil dari pantai berdasarkan SK Mentan No. 392 tahun 1999.
                 Penghapusan jaring  trawl tersebut dilakukan secara bertahap,
             dimulai dari daerah perairan laut yang padat nelayan di Pulau Jawa dan
             Bali, selanjutnya diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Penghapusan
             jaring  trawl di kawasan timur Indonesia, seperti; Kalimantan, Sulawesi,
             Maluku, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta Irian Jaya yang pada tahap
             kedua masih terdapat sekitar 1000 unit kapal jaring  trawl, baru secara
             efektif terlarang penggunaannya sejak 1 Januari 1983 ( Soewito, 2011).
             Dalam penerapan peraturan tersebut, pemerintah sepertinya menghadapi
             berbagai kendala dilapangan akibat lemahnya  low enforcement, serta
             minimnya fasilitas dan aparat yang mampu diterjunkan untuk melakukan
             penertiban atas berbagai pelanggaran di laut.
                 Mengingat luasnya perairan laut nusantara dan semakin canggihnya
             modus operandi yang dipraktekkan nelayan Indonesia ataupun kapal
             asing dalam mensiasati penerapan Keppres No. 39/1980. Di kawasan
             Delta Mahakam misalnya, meskipun penggunaan  trawl telah ditindak
             dengan sangat tegas, namun tetap saja ada nelayan yang menggunakan
             alat tangkap  trawl secara “sembunyi-sembunyi” sehingga tidak terlacak
             aparat. Menariknya pasca reformasi, alat tangkap  trawl tidak lagi
             digunakan secara sembunyi-sembunyi, para nelayan di kawasan Delta
             Mahakam secara terang-terangan menggunakan “peralatan terlarang”
             ini secara massal tanpa kuatir untuk ditindak aparat, karena bagi mereka
               trawl telah menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan hasil tangkapan
             yang lebih baik ditengah lesunya produksi perikanan tangkap.







             Merajut Serpihan Sejarah Agraria Lokal                       61
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93