Page 78 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 78

Kutai Kartanegara) sebagai ketua eksekutifnya. Sedangkan pelaksana
             pemerintahan harian dibentuk  Bestuurcollege yang diketuai  Aji Raden
             Afloes.  Negara Federasi Kalimantan Timur ini kemudian diresmikan oleh
             Letnan Gubernur Jenderal  Van Mook pada September 1947.
                 Sampai dengan pengakuaan kedaulatan bangsa Indonesia oleh
               Belanda, sebagian besar masyarakat Kalimantan Timur yang berjiwa
             “Republiken”, tidak pernah mendukung berdirinya Federasi Kalimantan
             Timur yang dianggap menghianati proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
             1945. Pemerintahan  Belanda di Kalimantan Timur sendiri mulai berakhir
             setelah  Hollestelle (residen Kalimantan Timur terakhir) menyerahkan
             kekuasaannya pada  Aji Raden Afloes sebagai wakil  Republik Indonesia
             Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Meskipun demikian secara de facto
             Federasi Kalimantan Timur, masih tetap eksis menguasai pemerintahan
             Kalimantan Timur.
                 Pada masa-masa transisi tersebut, Kerajaan Kutai Kartanegara
             kembali turut ambil bagian dalam usaha pembentukan Negara
             Kalimantan, sebagai usaha untuk memperpanjang usia keswaprajaan
             mereka (panitia pembentukannya diketuai  A.P. Kartanegara, adik Sultan
             Kutai Kartanegara). Kondisi ini menyulut ”kemarahan” dari sejumlah
             organisasi kemasyarakatan Kalimantan Timur yang menuntut dihapusnya
             swapraja dan digabungkannya Federasi Kalimantan Timur menjadi bagian
             dari wilayah Republik Indonesia. Tuntutan tersebut berhasil memaksa
               Dewan Gabungan Kesultanan Kalimantan Timur (DGKKT), untuk
             menyetujui penggabungan daerah Kalimantan Timur ke dalam NKRI,
             hingga dikeluarkannya Keppres RIS No. 127 tahun 1950 pada 24 Maret
             1950 yang menandai penghapusan Federasi Kalimantan Timur. Meskipun
             demikian, penguasa tradisional di wilayah ini yang terdiri atas empat
             kesultanan masih tetap diakui, sesuai Surat Keputusan Mendagri No.
             186/OPB/92/14 tertanggal 29 Juni 1950, tentang pembentukan Daerah
             Istimewa/ Swapraja Kutai,  Bulungan dan  Berau (meliputi Kesultanan
              Sambaliung dan  Gunung Tabur).
                 Sejak saat itu, Sultan Kutai menjadi Kepala Daerah Istimewa Kutai
             (setingkat daerah kabupaten), semantara ibukotanya dipindahkan dari



             Merajut Serpihan Sejarah Agraria Lokal                       51
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83