Page 82 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 82
TH-Pem/SK/1969, tentang Penyempurnaan dan Penegasan SK Gubernur
Kalimantan Timur No. 18/TH-Pem/SK/1969, mengenai penetapan batas
dan luas daerah Kotamadya Samarinda dan Balikpapan. Sejak saat itu
wilayah Kabupaten Kutai seluas 2.947 Km², yang meliputi; Kecamatan
Palaran, Kecamatan Sanga-Sanga dan sebagian Kecamatan Samboja, serta
Kecamatan Muara Jawa yang wilayahnya melingkupi sebagian kawasan
Delta Mahakam, diserahkan pada Pemerintah Kotamadya Samarinda.
Artinya, kawasan Delta Mahakam secara administratif pernah berada di
bawah dua otoritas pemerintahan, yaitu Kabupaten Kutai dan Kotamadya
Samarinda, sebelum dikembalikan lagi ke Kabupaten Kutai pada 1987,
sesuai PP No. 21 tahun 1987.
Sementara di level pusat, pemerintahan Orde Baru “dipusingkan”
oleh tingkat inflasi yang sangat tinggi dan hutang luar negeri yang
amat besar. Keadaan ini sangat menghambat pelaksaanaan Tap MPRS
No. XXIII/MPRS/1966, yang mengamanatkan pembaharuan landasan
ekonomi, keuangan dan pembangunan, akibat keterbatasan dana,
pengalaman dan penguasaan teknologi untuk menggali dan mengolah
sumber-sumber ekonomi potensial yang dimiliki negara. Salah satu
tindakan pertama pemerintahan Orde Baru adalah membuka lebar-lebar
semua pintu ke dunia Barat, tidak hanya ke negara-negara Eropa tetapi
juga ke Amerika dan Jepang.
Pemerintah menempuh cara pemanfaatan modal, teknologi dan
pengalaman luar negeri, dengan menetapkan UU No. 1 tahun 1967
(ditandatangani Presiden Soekarno sebelum lengser), tentang Penanaman
Modal Asing. Untuk lebih menarik penanam modal asing undang-undang
ini juga memuat ketentuan tentang pembebasan lahan, serta kelonggaran
perpajakan dan fasilitas lainnya, yang diharapkan mampu mengundang
secara besar-besaran penanaman modal besar, baik modal asing maupun
dalam negeri. Selanjutnya melalui instrumen UU No. 5 Tahun 1967,
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, penguasaan dan
prosedur pengelolaan hutan pun diatur secara tegas oleh negara.
Unifikasi hukum nasional ini memliki arti strategis dalam mengamankan
kepentingan negara dan para pemodal besar, seperti diamanatkan UU No.
Merajut Serpihan Sejarah Agraria Lokal 55