Page 233 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 233

Keistimewan Yogyakarta
            riasi karena terjadinya perubahan sosial, politik, dan ekonomi,
            namun masih didominasi oleh etnis yang lebih dulu menem-
            patinya.
                Persoalan pemukiman ini pada masa selanjutnya (akhir
            abad 20-awal abad 21) memperlihatkan segregasi yang tidak
            hanya didorong oleh kategori etnis dan profesi tetapi lebih
            pada aspek ekonomi. Pemukiman-pemukiman elite tersebut
            menjauh dari pusat keramaian kota, ekslusif, dan membangun
                                                     14
            batas gegografis, ekonomi, sosial, dan budaya.  Di Yogyakar-
            ta, segregasi sosial ini seolah tidak menampakkan gesekan-
            gesekan sosial yang dapat memunculkan konflik horisontal.
            Dipermukaan kenyataan itu memang tidak terlihat tetapi diba-
            wah lanskap sosial yang terkesan aman dan tentram itu
            sesungguhnya menyimpan riak-riak konflik sosialnya sendiri.
            Di abad 21 perubahan tata ruang itu melahirkan bentuk-bentuk
            aktualisasi budaya baru seiring dengan prinsip-prinsip umum
            pengaturan sosial yang paling diinginkan masyarakat.
                Menguatnya identitas lokal yang mungkin secara tidak
            sadar terbawa oleh semangat RUUK memungkinkan isu ten-




            14  Kompleks perumahan seperti Merapi Regency, Casa Grande, dan sebagainya,
             dibangun tidak untuk para migran dari desa, melainkan untuk para profesio-
             nal muda kota. Hal ini terlihat dari tipe pemukiman dan fasilitas yang dita-
             warkan para pengembang, yang secara logis memperlihatkan ciri sebagai
             komoditi yang mahal, yang hanya dapat dijangkau oleh golongan menengah
             atas kota. Mereka yang mendiami pemukiman ini terdiri dari kelompok pro-
             fesional yang menguasai kapital ekonomi tinggi. Dari sini terlihat pola
             pemukiman di Yogyakarta tidak lagi didasarkan pada keahlian tertentu,
             etnis, stratifikasi berdasar politik identitas melainkan pemilikan modal eko-
             nomi. Kenyataan ini menandai satu jenis identitas baru masyarakat yang
             memunculkan kesenjangan serta segregasi sosial baru. Lihat, Irwan
             Abdullah, op.cit.

            210
   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238