Page 237 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 237
Keistimewan Yogyakarta
sar pada peta masalah yang komunitas ini hadapi.
Ketika berbicara tentang Yogyakarta dan keistimewaanya,
tulisan dan perspektif yang muncul selalu bernada istana-
sentris, pariwisata-sentris, pendidikan-sentris, dan sebagai-
nya. Bahkan ketika orang bicara tentang keragaman budaya,
lokus yang satu ini, Sarkem, tidak pernah masuk dalam perhi-
tungan. Padahal kampung ini adalah bagian integral dari
struktur sosial, ekonomi, budaya, pendidikan di Yogyakarta.
Kehadiranya sebenarnya adalah residu dari hadirnya keku-
atan modal yang destruktif, pembangunan infrastruktur yang
salah urus, mobilitas sosial yang tak diorientasikan, dan peru-
bahan kebudayaan yang tak diarahkan. Lebih dari itu praktik
kehidupan Sarkem muncul dalam perjalanan sejarah yang
panjang sejak kota ini lahir. Jika Yogyakarta diibaratkan seper-
ti tubuh, maka lokasi ini seperti kudis atau koreng yang me-
nempal dan karena itu tak pantas untuk disebut. Kalau orang
membaca RUUK, bisa dipastikan bayangannya tidak sampai
pada ‘lokasi’ ini.
Sulit untuk memastikan—dalam tahun—sejak kapan
Sarkem menjadi pusat pelacuran di Yogyakarta. Tetapi bahwa
kampung itu tidak kalah terkenalnya dengan Malioboro, Tugu,
dan Keraton adalah fakta yang sulit dibantah. Salah satu
informasi menyebutkan bahwa pelacuran di Sarkem sudah
ada sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya setelah
dibangunnya stasiun kereta di sebelah utara Sosrowijayan
Kulon. Menurut Hull selama pembangunan jalan kereta api
yang menghubungkan kota-kota di Jawa seperti Batavia,
Bogor, Cianjur, Cilacap, dan Surabaya pada tahun 1884 tidak
hanya aktivitas pelacuran saja yang muncul, tetapi juga tempat
penginapan dan fasilitas lainya meningkat bersamaan dengan
214