Page 240 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 240

Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya

               daskan pada hukum ekonomi telah membuat strategi hidup
               yang waton urip.  Pandangan hidup yang rela melakukan apa
                              22
               saja asal tetap bisa hidup akan mengesampingkan dan meng-
               geser nilai-nilai luhur yang didengung-dengungkan oleh
               otoritas kekuasaan politik dan budaya. Mereka menganggap
               bahwa menyelamatkan hidup lebih penting dari pada soal sta-
               tus keistimewaan. Karena itu, apapun statusnya jika tidak
               menyentuh persoalan mendasar kehidupan manusia tidak
               akan memiliki subtansi apa-apa. Kecuali hanya ambisi politik
               untuk mengamankan kepentingan pribadi.
                   Jika ditelusuri lebih jauh, sejarah kehidupan seks di Yog-
               yakarta memperlihatkan bagaimana daerah ini tidak berbeda
               jauh dengan kota-kota besar lainya seperti Jakarta, Bandung,
               Surabaya, Malang, dan Makassar. Fenomena seks menunjukan
               banyak hal tentang pergeseran nilai etika pergaulan, pertum-
               buhan ekonomi yang timpang,  frame of reference norma sosial
               agama yang melemah, dan peran pemerintah daerah. Bebe-
               rapa penelitian menunjukan berkembangnya mode pergaulan
               di kalangan anak muda yang semakin permisif di Yogyakarta.
               Pada awal tahun ’80-an, Yogyakarta pernah digegerkan oleh
               sebuah hasil penelitian dari sekelompok mahasiswa UGM yang
               mengungkap fenomena kumpul kebo di kalangan mahasiswa
               di Yogyakarta. Temuan tersebut, pada satu sisi mengungkap


               22  Bakdi Sumanto dalam “Pengantar”, Ririt Yuniar, The Politic of Opening Cer-
                emony, Tukang Becak dan Cermin Kehidupan, menyebutkan “Waton Urip”
                bisa berarti asal bisa hidup dengan melakukan apa saja. Tindakan ini bisa
                masuk dalam kategori ngawur atau tidak peduli pada apapun. Tetapi juga
                bisa berarti pasrah, sesulit apapun hidup ini ya dijalani saja, bahkan dengan
                sebaik mungkin. Bagi tukang becak misalnya, mBecak itu bukan sekedar wa-
                ton urip betapapun karena terpaksa, mBecak harus diterima dengan mantap
                dan kesungguhan, (Yogyakarta: Kayoman, 2008), hlm. 35-38

                                                                  217
   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245