Page 245 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 245

Keistimewan Yogyakarta
            yang tinggal di Kauman sejak tahun 1950-an tetapi mereka
            seolah tidak mendapatkan tempat yang setara di lingkungan
            warga kampung. Karena kegiatan kampung yang bernuansa
            agamis (Islam) membuat mereka (non-muslim) selalu tidak
            datang jika ada undangan kumpul warga. Modernisasi dan
            derasnya arus informasi ikut berpengaruh terhadap kehi-
            dupan keagamaan pemuda Kauman yang menurun. Polarisasi
            di kalangan pemudanya juga terbentuk akibat perbedaan
            pendidikan dan aktivitas sosialnya. Kauman Utara dan Tengah
            dikenal sebagai basis anak-anak muda yang agamis dan inte-
            lektual. Sedangkan di bagian selatan adalah mereka yang cen-
            derung menguasai lahan parkir kalau ada acara di sekitar alun-
            alun seperti konser musik atau sekatenan. 30
                Berbeda dengan Kauman, di Ketandan yang letaknya di
            pusat perekonomian Yogyakarta ini memiliki pola interaksi
            yang berbeda dengan kampung-kampung lainnya. Meskipun
            yang tinggal di sana adalah golongan orang Tionghoa tetapi
            jenis pekerjaan dan kemakmuran ekonomi membentuk pola-
            risasi antarkelompok dalam sistem interaksi sosialnya. Di
            Ketandan semacam terdapat wilayah yang membedakan
            daerah kaya dengan daerah kurang mampu. Orang-orang di
            sebelah selatan umumnya banyak yang membuka toko emas,
            sedangkan di utara hanya bekerja di sektor informal dalam
            skala kecil. Pola interaksi yang terjalin pun berbeda. Hubungan
            sosial di bagian selatan tidak seakrab hubungan warga
            Ketandan utara. Di selatan warganya lebih terindividualisasi



            30 Anton Sujarwo Saputro & Ipan Supitra, “Interaksi Kampung Kota Dalam
             Keberagamaanya”, dalam Menera Kota, Menakar Peradaban, Jurnal Balai-
             rung Edisi 40, 2006, hlm. 110-112

            222
   240   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250