Page 254 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 254
Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya
dal ekonomi. Ketika proses pembangunan tidak berpihak pada
lapis bawah masyarakat desa, proses deagrarianisasi-
depeasantisation, menjadi kenyataan yang demikian nyata,
disusul gejala urbanisasi yang semakin meningkat, kelompok
lapis bawah ini tak kunjung juga mendapat rasa aman ketika
telah mendiami kota.
Karena di desa mereka tidak lagi memiliki kecukupan mo-
dal hidup. Perkembangan kota yang semakin padat memun-
culkan pelebaran wilayah pemukiman yang menggusur
penduduk desa yang tidak memiliki tanah garapan. Peralihan
profesi menjadi pembantu rumah tangga menjadi pilihan
terakhir ketika semua ruang hidup dijejali oleh kapital. Pene-
litian Tri Wijayaningrum di desa Sinduharjo, Kecamatan
Ngaglik, Sleman menunjukan hal ini. Desa ini semula adalah
daerah pertanian yang intensif. Perkembangan pemukiman
perlahan-lahan mengurangi bagian pertanian desa untuk sege-
ra digantikan dengan pemukiman. Di sekitar daerah ini muncul
pemukiman-pemukiman baru dari yang sederhana sampai
yang mewah. Hal ini mengakibatkan terjadi renggangnya hu-
bungan sosial ekonomi antar penduduk. Dimulai dengan
berubahnya kegiatan panen dan tanam padi yang tidak lagi
dikerjakan dengan sistem gotong royong (bawon), melainkan
borongan. Akibatnya, hubungan sosial di antara mereka se-
makin melemah karena dengan sistem baru itu tidak lagi mem-
buat mereka merasa memiliki jaminan akses pada sumber
produksi bersama, dan keharusan untuk saling membantu te-
tangganya. Hubungan sosial itu telah digantikan dengan sistem
upahan yang tidak didasarkan pada solidaritas sosial melain-
kan transaksi ekonomi uang.
Keistimewaan Yogyakarta seharusnya tidak hanya mene-
231