Page 256 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 256

Perebutan Ruang dan Kontestasi Budaya

               ligus seniman yang dibesarkan di Yogyakarta, Emha Ainun
               Najib, mengatakan bahwa untuk memaknai keistimewaan
               Yogyakarta hendaknya keistimewaan tidak dianggap sebagai
               ‘kata benda’ tetapi lebih tepat sebagai ‘kata kerja’. Sebagai kata
               kerja, keistimewaan seperti sebuah subyek dari ‘permainan’
               sejarah, budaya, dan kekuasaan yang kontinyu. Sebagai titik-
               titik tidak stabil dari sebuah identifikasi, atau sesuatu yang
               bersifat tambal sulam. Hal mana merupakan sebuah upaya
               untuk menemukan posisi yang tepat bagaimana keistimewaan
               menjadi sesuatu yang subtansial. Kekhususan atau keistime-
               waan sebuah tempat bukan ditentukan oleh sejarah internalnya
               yang panjang (lebih-lebih menyangkut elitnya semata), namun
               kenyataan bahwa tempat itu dibangun dari konstelasi hubungan
               tertentu dan disuarakan secara bersama-sama. Tidak ada satu
               kelompok yang karena batasan struktural atau kultural tidak
               dapat mengisi dan ikut membentuk kekhususan pada kota ini.


               F. Mencari Keistimewaan dalam Angka
               Cita-cita keistimewaan Yogyakarta tentunya tidak ditujukan
               untuk meromantisir masa lalu. Demikian pula halnya dengan
               konstruksi atas keistimewaan itu sendiri harus dapat ditemu-
               kan dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang sesungguh-
               nya. Karena konstruksi keistimewaan akan benar-banar dapat
               dirasakan masyarakat sebagai penerima dan tujuan dari keisti-
               mewaan, jika sesuai dengan prinsip ‘Tahta Untuk Rakyat’ maka
               ‘Keistimewaan (juga harus) Untuk Rakyat’. Oleh sebab itu ia
               harus tercermin dalam indikator-indikator riil pencapaian
               kehidupan rakyat yang lebih baik.
                   Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Yogyakarta tahun
               2005 secara nasional menempati nomor 2 (dua), namun di

                                                                  233
   251   252   253   254   255   256   257   258   259   260   261