Page 34 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 34
Pendahuluan
praktik pemerintahan yang berjalan, dan sesuatu yang kemu-
dian dianggap sebagai ‘unik’ yang membedakan daerah ini
(Yogyakarta) dengan daerah-daerah lainya.
Tentu saja asumsi tentang kontinuitas sejarah begitu kuat
mendasari konstruksi ini. Seolah-olah dalam perjalanan seja-
rahnya, daerah ini tidak mengalami diskontinuitas-diskon-
tinuitas pada beberapa aspek khususnya (politik dan peme-
rintahan, tata ruang dan hak tanah, pendidikan dan kebuda-
yaan) yang dijadikan sebagai dasar konstruksi atas keistime-
waan.
Bagaimana perdebatan tentang keistimewaan tersebut
diposisikan sebagai wacana. Penggambaran lain yang sekira-
nya cukup dapat mewakili dan menjelaskan persoalan ini ada-
lah seperti analisis P.M. Laksono tentang citra terbentuk dan
visualisasi realitas gempa di Yogyakarta pada pagi 27 Mei
2006 yang lalu. Ia melihat bahwa setelah peristiwa itu terjadi
maka makna-makna dan ilustrasi-ilustrasi media menjadi
lanscap visualisasi yang beroperasi sebagai mekanisme pem-
bentuk pseudo-realitas terhadap peristiwa gempa yang
sesungguhnya.
Visualisasi ini berperan sebagai wakil sempurna atas
peristiwa sehingga menjadi dasar pembentukan solidaritas
semesta yang luas melampaui batasan lokal dan nasional.
Melalui visualitas yang dengan sangat canggih dikonstruksi
oleh media, ribuan orang di tempat lain yang tidak mengalami
secara langsung peristiwa itu seolah menjadi bagian utuh dari
sebuah peristiwa yang sudah terjadi di ‘masa lalu’. Foto, gam-
2
2 P.M. Laksono, ‘Visualitas Gempa Yogya 27 Mei 2006’, dalam Jurnal Masyarakat
Indonesia, Jilid 33, Vol.2 (Jakarta: LIPI Press, 2007), hlm. 17-18.
11