Page 33 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 33
Keistimewan Yogyakarta
mereka yang dinilai paling kompeten adalah pihak yang atas
dasar legitimasi ‘keilmuannya’ memilih dan memilah apa saja
yang diperlukan dan apa saja yang harus tidak dimasukkan
dalam konstruksi keistimewaannya itu. Dalam konteks seperti
ini, baik seorang doktor atau seorang tukang hampir-hampir
memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dalam hal mengkon-
struksi itu.
Sebuah konstruksi pikiran meletakkan dirinya sebagai
sebuah wacana yang diperbincangkan banyak orang. Karena
status ini (keistimewaan) menyangkut nasib orang banyak,
maka ia tidak boleh hanya dibatasi untuk hanya dibicarakan
sejumlah orang tertentu saja, dalam batasan kewenangan,
disiplin ilmu tertentu, atau aliran pikiran tertentu. Di tahun
1945 dan beberapa dekade sesudahnya status ini tidak menjadi
persoalan yang begitu ramai diperdebatkan. Tetapi ketika
otoritas figur (Hamengku Buwono IX) yang menjadi salah satu
unsur paling penting dan dominan dalam pembentukan sta-
tus tersebut telah tiada, persoalan keistimewaan bergeser
menjadi wacana karena telah kehilangan sebagian elemen
pendukungnya. Ketika ia masuk dalam ruang waktu yang lain
maka upaya rekonstruksi dilakukan untuk kembali memper-
kuat status yang mulai kehilangan momentum itu.
Rekonstruksi kebenaran status tersebut melibatkan oto-
ritas-otoritas kebenaran yang ikut dalam pembentukan jenis
baru status keistimewaan. Jenis baru yang dimaksud adalah
konstruksi keistimewaan yang dianggap sebagai ‘pelebaran
makna’ atau ‘penjelasan konkrit’ dari kata istimewa yang ter-
tera dalam maklumat 5 September 1945. Proses pemaknaan
baru ini di dalamnya mencoba membangun kembali bobot
hegemonik atas momentum sejarah di masa lalu, melihat
10