Page 38 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 38
Pendahuluan
lidah, selera, dan sesuatu yang bersifat personal tetapi ia
menjadi berurusan dengan nasib orang banyak, sebuah wa-
risan kebudayaan, tata ruang, tata pemerintahan, pandangan
hidup, dan juga soal tata negara. Keistimewaan Yogyakarta
tidak muncul dari ruang kosong melainkan berada dalam
tegangan. Tegangan itu terjadi dalam suasana politik yang ber-
gerak sangat cepat pada masa awal ketika republik ini lahir.
Keraton sebagai entitas politik otonom pada saat itu dihadap-
kan pada banyak pilihan yang sulit. Tidak ada jalan tengah
yang tersedia. Keputusan harus segera diambil untuk berga-
bung dengan salah satu pihak, Republik atau Belanda.
Sebagai seorang raja Hamengku Buwono IX (HB IX) tidak
hanya mengambil keputusan politik untuk dirinya sediri. Se-
tiap keputusan yang diambilnya tentu berpengaruh langsung
pada rakyat dan wilayah yang dikuasainya. Memutuskan untuk
berpihak pada salah satunya—Indonesia/Belanda—sama
dengan memperhadapkan diri, rakyat, dan kekuasaannya pada
pihak yang lain. Sebagai seorang raja, keselamatan kerajaan
pada saat itu sama dengan menyelamatkan diri, keraton, wila-
yah, dan rakyat yang mempercayainya. Dari catatan sejarah,
keputusan yang diambilnya bukan inisiatif pribadi seorang
raja saja melainkan kehendak sebagian besar rakyat yang
dipimpinnya. Kehendak itu mengatakan bahwa ia harus berse-
berangan dengan kaum kolonial Belanda. Pilihan itu berkon-
sekuensi menyiapkan barisan perlawanan kepada kaum pen-
jajah.
Dalam sejarah kemunculan maklumat penggabungan diri
dengan Indonesia terbaca bahwa maklumat itu dipengaruhi
oleh banyak unsur yang saling tarik menarik. Unsur-unsur itu
adalah situasi perang, Belanda, pergerakan nasional, Hameng-
15