Page 40 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 40
Pendahuluan
merupakan sesuatu yang khas tetapi ada struktur tertentu
yang berkembang pada saat itu yang membuat semua entitas
kerajaan di Nusantara akhirnya memutuskan untuk bergabung
dengan RI.
Rekonstruksi atas sejarah pengambilan keputusan hanya
menyebutkan unsur-unsur subyektif yang menunjukan sifat-
sifat patriotisme, keberanian, kebijaksanaan, jiwa kepemim-
pinan dan sebagainya yang menggambarkan heroisme luar
biasa dalam momen perjuangan yang gempita. Penggambaran
semacam ini tentu saja sah dan memiliki kebenaran sejarah,
namun belum cukup untuk melukiskan konteks luas yang me-
lingkupi dan akhirnya menjadi struktur imperatif yang men-
strukturasi kerajaan-kerajaan di Nusantara untuk mengga-
bungkan dirinya ke dalam pangkuan RI, termasuk Kesultanan
Yogyakarta. Persoalan ini ternyata juga membingungkan ka-
langan akademis kritis untuk menyimpulkan makna peng-
gabungan diri itu. Ichlasul Amal, seperti dikutip dalam naskah
akademik Rancangan Undang-Undang Keistimewaan
3
(RUUK) , melihat bahwa keputusan itu boleh jadi menggam-
barkan pilihan keduanya sebagai tokoh pergerakan nasional
bukan sebagai penguasa Kesultanan dan Paku Alaman.
Penyimpulan dari kenyataan di atas tidaklah salah. Na-
mun ia agak sedikit melompat karena langsung menyinggung
3 Keputusan di atas (maklumat) boleh jadi lebih menggambarkan kedua figur
HB IX dan PA VIII sebagai tokoh pergerakan nasional, bukan sebagai penguasa
Kesultanan dan Pakualaman. Tetapi dari sudut masyarakat Yogyakarta, fakta
bahwa semangat juang untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan
Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara adalah realitas sejarah yang
telah diterima secara luas. Lihat Monograph on Politic and Government,
Vol.2, No.1 (Yogyakarta: JIP UGM, 2008), hlm. 13.
17