Page 101 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 101
76 M. Nazir Salim
Terkait dengan realitas dan persoalan di atas, deforestasi
adalah dampak di hilirnya, sesuatu yang sudah tidak bisa
dikembalikan bahkan dibenahi sebagaimana awalnya. Para ahli
menilai, reboisasi tidak bisa menggantikan kerusakan hutan
alam, ekosistem terlanjur rusak, hewan dan tumbuhan tidak bisa
dihidupkan kembali. Hulu dari semua persoalan adalah eksploitasi
hutan, illegal logging, pembalakan hutan, dan penghancuran
hutan untuk kepentingan bisnis. Faktanya, pelaku illegal Logging
yang menghancurkan hutan bukan hanya pengusaha yang
diberikan kuasa untuk melakukan penebangan baik legal maupun
ilegal, tetapi juga masyarakat yang menebang hutan secara masif
dan tidak sah. Namun, terlepas dari semua itu, muara problem
utamanya ada di hulu yakni “kemuarahan” negara meliberalisasikan
kebijakan terhadap sumber daya hutannya dengan pertimbangan
“pembangunan keberlanjutan” tanpa diiringi kemampuan kontrol
untuk mengendalikan.
Fenomena demikian terjadi di banyak kabupaten di Riau, tak
terkecuali Kabupaten Meranti, bahwa pembalakan liar di hutan-
hutan alam memang terjadi secara masif, baik oleh perusahaan
besar maupun pelaku-pelaku kecil yang dilakukan oleh masyarakat.
Tentu berbeda dengan apa yang dilakukan masyarakat, mereka
menebang kayu dan kemudian mengalirkan balok-balok kayu lewat
parit (selokan) kecil ke laut dan menjual kepada toke atau cukong
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara perusahaan
melakukan penebangan hutan untuk mengumpulkan pundi-pundi
keuntungan. Situasi itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari
dengan apa yang terjadi di selat-selat di Kabupaten Meranti. Hampir
setiap hari kapal-kapal mendayu-dayu kelelahan karena beban berat
menarik kayu yang dirakit begitu panjang. 46
46 M. Nazir Salim, “Menjarah” Pulau Gambut: Konflik dan Ketegangan di
Pulau Padang”, Jurnal Bhumi, No. 33 Tahun 12, April 2013.