Page 102 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 102
Mereka yang Dikalahkan 77
Menurut H. Ngabeni dan Ridwan, illegal logging yang dilakukan
oleh masyarakat menemukan tahun kejayaannya berkisar antara
tahun 1990-1998. Pada tahun-tahun itulah awal munculnya
permintaan kayu secara besar-besaran oleh beberapa perusahaan di
Riau, sehingga banyak orang dengan sedikit modal bisa melakukan
penebangan hutan secara ilegal dan kemudian menjual kapada
pengumpul-pengumpul kayu. Kegiatan masyarakat ini tidak
tersentuh oleh hukum karena tidak ada aparat hukum yang mau
masuk ke belantara hutan yang harus ditempuh dengan jalan kaki
berjam-jam. “Tidak mungkin aparat masuk hutan dengan berjalan
kaki, menelusuri jalan setapak yang gembur seperti bubur karena
tanah gambut”.
47
Pengakuan Ngabeni, masyarakat melakukan penebangan
hutan dengan cara-cara tradisional dan peralatan seadanya seperti
kampak (kapak) dan mengeluarkan kayu dari hutan dengan cara di-
gulek (didorong dengan tenaga manusia). Hal berbeda dengan yang
dilakukan oleh pengusaha yang bermodal besar yang melakukan
penebangan kayu dengan peralatan yang canggih seperti sinso
(chainsaw), membuat jalan pengangkut kayu dengan rel, dan
membangun parit-parit (kanal) yang besar untuk menyalurkan kayu
menuju sungai dan laut. 48
47 Ibid., hlm. 109.
48 Diskusi dengan H. Ngabeni, Meranti, 2011, dengan Riduan, di Klaten
dan Jogja, 16-18 Maret 2013. Proses umum pengambilan kayu di hutan
sebagaimana diceritakan Ngabeni, setelah ditebang kemudian kayu
dipotong sesuai ukuran kebutuhan, lalu diangkut dengan membuat
jalan khusus untuk memindahkan kayu dari satu titi ke titik lain.
Setelah terkumpul di pusat-pusat pengumpulan, kemudian kayu
dialirkan ke hilir (sungai menuju laut), baru kemudian dirakit dengan
tali dan ditarik dengan kapal menuju ke perusahaan ataupun tongkang
besar.