Page 120 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 120
C. Van Vollenhoven 81
bahwa sebelum dilakukan pemberian tanah, akan diadakan
suatu penelitian yang mendalam terlebih dahulu untuk
mengetahui seberapa jauh pemberian itu dapat melanggar hak-
hak serta kepentingan penduduk.
Jika keputusan tersebut kita bandingkan dengan rancangan
Baud tahun 1829, jelas terlihat bahwa rancangan Baud itu
bersifat lebih tegas, karena ia melarang dengan tegas pemberian-
pemberian tanah jika tanah-tanah itu telah dibuka oleh orang-
orang Jawa, ataupun jika tanah-tanah itu telah termasuk
lingkungan suatu desa, baik sebagai tempat penggembalaan
umum maupun dengan sifat lain (gronden, welke reeds door
javanen ontgonnen zijn, of, hetzij als gemeene wijde of anderzins,
tot de dorpen of dessa’s behooren). Dalam perjalanan inspeksinya
pada tahun 1834 di Jawa, yaitu sewaktu ia menjabat sebagai
Gubernur Jendral, Baud menemukan bahwa hak-hak desa atas
tanah yang tidak dibudidayakan di Jawa Barat semakin lemah,
tetapi di Jawa Tengah dan Timur masih tetap sama kuatnya
seperti ketika ia mengajukan rancangannya pada tahun 1829.
Pada bulan Agustus tahun 1845, pada waktu diadakan
perdebatan mengenai sebuah rancangan peraturan pemerintah,
terdapat satu rancangan peraturan yang tidak menyebutkan
tentang azas yang melindungi hak-hak dari desa-desa.
Maka Baud menggugat rancangan tersebut dan dengan
mengemukakan sejarah yang lampau ia mendesak agar asas-
asas dari tahun 1829 dan 1831 dimasukan ke dalam undang-
undang yang akan disusun itu. Menteri yang bersangkutan tidak
menyetujuinya, namun amandemen Baud diterima dengan 51
suara lawan 1 suara, dan memiliki bentuk yang sama kuatnya
seperti yang diusulkan dalam rancangannya tahun 1829. Dalam
bentuknya yang sekarang peraturan itu berbunyi—seperti yang
kita jumpai dalam pasal 62 ayat 3 Regeringsreglement—sebagai
berikut: “Bahwa yang tidak dapat diberikan adalah tanah-tanah