Page 125 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 125
86 Orang Indonesia dan Tanahnya
dan berbagai kebijaksanaan dari tahun-tahun 1854, 1856, 1867
dan 1870.
Ditempatkan dalam keadaan aman? Kelihatannya! Kita
sudah cukup mengenal tindakan tuan-tuan birokrat. Dengan
penuh perasaan maaf, kita dapat menganggap pengeluaran
dekrit-dekrit mengenai tanah-tanah yang tidak dibudidayakan
di luar Jawa sesudah tahun 1870 sebagai tindakan-tindakan
yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan salah
pengertian. Namun sebaliknya, tindakan-tindakan kaum para
birokratkrat semacam itu di pulau Jawa hanya dapat diterangkan
dari niatnya yang memang tidak baik (uit kwader trouw).
Bagaimanakah asal mulanya, sehingga persoalan mengenai
hak-hak penduduk atas tanah-tanah yang tidak dibudidayakan
yang telah selesai dan memperoleh keputusan seperti yang
diuraikan di atas, kemudian dibuka kembali dengan segera?
Di Sumatera, sebab-sebabnya terletak pada kenyataan,
bahwa di pulau tersebut—terutama sejak 1860—seringkali
terjadi pemberian beberapa bidang kecil tanah-tanah yang
tidak dibudidayakan pada orang-orang Eropa dan Cina dengan
syarat-syarat yang tidak tepat, dengan tidak adanya perantaraan
dan pengetahuan lebih dahulu dari pemerintah. Di Minahasa
dijumpai keadaan semacam itu pula.
Pemerintah tidak mengerti bahwa perbuatan penduduk
tersebut didasarkan pada hak ulayat atau gabungan desa, dan
apa yang sungguh-sungguh diserahkan, bukanlah tanahnya,
melainkan hak untuk mengambil manfaat dari tanah itu
(genotrecht) dengan suatu bayaran rekognisi (baik dalam
jangka waktu panjang maupun pendek). Tetapi tentu saja
pemerintah merasa perlu diambil tindakan terhadap mereka
yang menyerahkan tanah-tanah secara tidak teratur dan tidak
dapat dimengerti olehnya.