Page 128 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 128
C. Van Vollenhoven 89
tegas telah dilakukan sebelumnya tidaklah dilaksanakan.
Pemerintah lalu menganjurkan para pemegang hak erpah dan
para pengusaha tambang supaya mereka memberikan suatu
rekognisi kepada desa. Maka anjuran semacam itu tidaklah
bisa ditafsirkan sebagai pengakuan terhadap adanya hak ulayat
desa. Dan untuk melindungi sikap-sikap tersebut, pemerintah
sudah merasa cukup aman dengan menyembunyikan diri di
belakang nama-nama seperti: pengganti kerugian, pengganti
atas penyerahan beberapa hak, penebusan hak-hak, pemenuhan
beberapa tuntutan, pengganti kerugian atas hilangnya beberapa
keuntungan, retribusi hasil kayu, dan sebagainya.
Meskipun begitu, hak ulayat dengan semua pertanyaannya
itu tidaklah dapat dihapuskan begitu saja di luar Jawa. Di
Minahasa pada tahun 1877, hak buka tanah dari penduduk masih
diakui oleh pemerintah, namun di tahun 1879 hak tersebut
dihapuskan. Tetapi bersamaan dengan itu, di Minahasa masih
saja kita jumpai hak menebang dan mengumpulkan hasil-
hasil (kap en zamelrecht), walaupun pada tahun 1891 Residen
memberi keterangan bahwa hak-hak tersebut telah lama
dihapuskan juga.
Adapun pemberitaan yang diuraikan oleh Encyclopaedisch
Bureau der Regering sendiri tentang hasil-hasil adat
(adatopbrengsten) menerangkan bahwa sampai pada dewasa
ini masih banyak sekali hasil-hasil yang bersandarkan atas hak
ulayat (beschikkingsrecht). Demikian pula pemerintah masih
saja berpaling untuk meminta persetujuan dari wilayah yang
berhak atas hak ulayat tersebut, sekalipun karena rasa tinggi
hati (seperti yang dilakukan para raja dahulu) ia memperhalus
pengakuan itu dengan kedok: pembayaran rekognisi.
Tetapi untuk kenyataan ini, pemerintah telah siap dengan
jawaban-jawabannya. Dikatakan bahwa semua ini bukanlah