Page 132 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 132

C. Van Vollenhoven  93
              seseorang” (aan iemand toebehoort); jadi tanah-tanah yang
              di-hak-i dengan hak ulayat itu hanyalah identik dengan
              sawah-sawah, pekarangan-pekarangan dan sejenis itu. Dan
              sesuai dengan pendapat ini, maka pasal 6, yang merumuskan
              tentang beschikkingskring dari desa-desa dan pasal-pasal yang
              mengatur kodifikasi dari hak-hak tanah, berhubung karena
                                                        25
              “alasan-alasan praktis” kemudian dihapuskan . Selanjutnya
              pasal 7 menyebutkan bahwa “Ordonansi tentang Pembukaan
              Tanah” (Ontginningsordonnantie) akan diperuntukkan bagi
              tanah-tanah yang tidak masuk lingkungan suatu desa (niet tot
              het dorp behorende). Begitu pula uraian selanjutnya sedemikian
              diarahkan, agar supaya di luar “karang desa” (dorpskom) hanya
              akan tinggal sawah-sawah dan tanah-tanah pengembalaan yang
              oleh pemerintah telah diberikan kepada desa. Jadi rangkaian
              hutan-hutan, padang-padang dan tanah-tanah yang kembali
              menjadi liar tidak lagi dihitung masuk lingkungan wilayah
              kekuasaan desa tersebut.
                 Maka dengan segala tindakan pemerintah tersebut di atas,
              dapatkah masalah ini lalu dianggap selesai? Tidak sama sekali,
              baik dalam kenyataannya maupun dalam teorinya. Karena di
              dalam kenyataannya, pengertian-pengertian semacam itu, yang


              25 Awalnya dalam Agrarisch Besluit terdapat juga pasal 2, dimana
                  ditentukan bahwa akan diadakan suatu penetapan jika perlu dengan
                  menggunakan peraturan-peraturan umum tentang hak-hak dari
                  penduduk atas tanah, baik menurut hukum agamanya maupun
                  menurut peraturan-peraturan umum dan kebiasaan mereka.
                  Pendeknya akan diadakan suatu kodifikasi dari hak-hak tanah
                  menurut hukum adat. Dengan Staatsblad.1874 no.78, maka pasal 2
                  Agrarisch Besluit ini ditarik kembali. Demikian pula terdapat pasal 6,
                  yang memberi penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan istilah
                  “Tanah-tanah yang menjadi kepunyaan suatu desa, baik sebagai
                  tempat pengembalaan maupun yang digunakan untuk keperluan lain”
                  (Lihat Agrarische Wet pasal 3).
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137