Page 133 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 133
94 Orang Indonesia dan Tanahnya
bertentangan dengan pengertian-pengertian orang Indonesia
dan juga bertentangan pula dengan hukum adatnya—biasanya
tidak diturut dan ditaati orang-orang itu. Bijblad 3279 dengan
angkuh mengatakan bahwa di pulau Jawa sekarang tidak
ada lagi genotrecht (hak mengambil manfaat), dan masih
ditambahkan lebih lanjut Ordonansi tentang Pembukaan Tanah
(ontginningsordonnantie) hampir dimana-mana merupakan
sebuah peraturan yang mati.
Namun ditinjau dari segi teori, hak ulayat dari desa-
desa itu tidaklah lenyap. Sebab pasal 1 dari Staatsbald 1856,
Bijbladen 377 dan 2001 dan pasal-pasal mengenai tanah-tanah
yang tidak dibudidayakan kepunyaan masyarakat hukum
(woesten gemeentegrond) sebagaimana yang terdapat dalam
Instruksi-instruksi untuk para Bupati dan Wedana (Regents en
districtshoofden Instructie) sampai sekarang masih berlaku. Dan
didalam perundang-undangan, peraturan-peraturan tersebut
merupakan sebuah gugatan terhadap politik kebohongan dari
tahun 1874.
Selanjutnya muncul pula sebuah mistifikasi yang boleh
dikatakan kurang ajar, oleh karena pada waktu pemerintah
sedang mencari-cari alasan yang resmi untuk membenarkan
tindakannya yang tidak suka lagi mengakui hak ulayat dari desa
dalam arti kata yang terdahulu, ada pihak yang menganjurkan
agar digunakan saja alasan: “Sebab di dalam Bijblad 377 dapat
dibaca ketentuan yang tepat sebaliknya (want in bijblad 377
staat precies het omgekeerde te lezen).” Keburukan-keburukan
dalam masalah “buka tanah” seperti yang telah diuraikan di atas
berlaku pula dalam masalah pemberian tanah-tanah yang tidak
dibudidayakan kepada orang-orang Eropa.
Sesungguhnya Agrarisch Besluit 1879, karena tujuannya
yang jujur, telah mengulangi kesalahan dari tahun 1854 dan