Page 129 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 129
90 Orang Indonesia dan Tanahnya
karena hak ulayat yang bersandarkan pada hukum adat itu
benar-benar ada, tetapi perbuatan pemerintah tersebut adalah
karena suatu mera liberitas, suatu perbuatan murni yang
dengan sendirinya memancar dari pemerintah yang sempurna
kebaikannya. Betapa “berbahagianya” penduduk Indonesia
mempunyai pemerintahan yang demikian itu.
Dalam menjalankan tindakan-tindakan yang melanggar
hukum itu, para birokrat tidaklah berjalan seorang diri. Di
Siak, orang-orang asing yang hendak mengambil manfaat
dalam wilayah kekuasaan desa lain diharuskan pula membayar
rekognisi. Tetapi di tahun 1863, pemerintah swapraja Siak
yang berada di bawah perintah Residen Riau telah menghapus
rekognisi tersebut, karena dianggap sebagai angan-angan
belaka. Dan seorang yang mengajukan pertanyaan apakah
suatu plakat Residen yang bertentangan dengan keputusan
pemerintah masih juga mempunyai kekuatan yang berlaku,
hanya dianggap sebagai seorang yang gemar menyangkal.
Pada waktu itu pula Bengkalis dimasukkan ke dalam daerah
yang diperintah langsung, maka Residen yang baru telah
mengikuti jejak tersebut. Tetapi di tahun 1914 ternyata apa yang
dinamakan rekognisi tersebut, yang oleh pemerintah dianggap
sebagai angan-angan yang telah dihapuskan itu, masih saja
berlaku di kalangan penduduk. Juga seorang residen di daerah
Lampung telah melempar jauh-jauh semua batas dari wilayah
kekuasaan adat (besckikkingskringen) dan melarang orang
menyebut-nyebut lagi wilayah-wilayah kekuasaan itu.
Demikianlah pelanggaran-pelanggaran itu yang terus
menerus berlaku sampai dewasa ini. Sulawesi Selatan
mengalami nasib yang sama seperti halnya di Siak. Juga masih
sangat jelas terbayang dalam kenangan kita persoalan getah
dan jelutung di Sumatera Selatan dan Kalimantan yang telah