Page 137 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 137
98 Orang Indonesia dan Tanahnya
Dan suatu penelitian baru yang mendalam dari tahun 1902,
menguatkan sekali lagi akan keharusan membayar rekognisi
tersebut.
Namun apakah yang dilakukan oleh para birokrat kemudian?
Mereka berpendapat bahwa rekognisi itu bertentangan dengan
asas-asas dari Mijnwet (Undang-undang Pertambangan) dan
pada tahun 1905 bijblad dari tahun 1879 yang jujur itu dicabut.
Maka benarkah hak-hak penduduk atas tanah-tanah yang tidak
dibudidayakan itu telah diletakkan ditempat yang aman?
Adapun contoh yang kedua adalah sebuah proses yang
masih hangat, yang terjadi di Jawa (Kedu) pada tahun 1915.
Di sini kita melihat bagaimana nasib seorang Jawa yang
berdasarkan hukum adat telah membuka sebidang tanah liar
untuk dijadikan sawah dengan pengorbanan tenaga yang besar
serta ongkos-ongkos seharga lebih dari seribu gulden. Namun
ternyata kemudian sawah tersebut diambil oleh Residen untuk
memenuhi kekurangan pembayaran gaji anggota-anggota
pemerintah desa. Dan dengan penuh keteguhan hati orang
Jawa tersebut dan kemudian ahli warisnya, selama tiga tahun
berjuang menentang pelanggaran yang sewenang-wenang itu
dan berusaha memulihkan haknya kembali.
Menurut hukum adat dan menurut ukuran kepantasan,
demikian pula mengingat peraturan undang-undang dari Baud
yang masih tetap berlaku, ini merupakan pelanggaran yang
kejam. Dalam hal ini persoalan yang sebenarnya ialah apakah
Ordonansi tentang Pembukaan Tanah telah menyampingkan
hukum adat dan menyetujui pelanggaran hukum tersebut.
Bagaimanakah sikap yang diambil oleh penasehat ahli
pemerintah dalam masalah perundang-undangan agraria?
Apakah ia berusaha mendamaikan keyakinan rakyat dengan
undang-undang—mencari jalan keluar guna mencegah