Page 142 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 142

C. Van Vollenhoven  103
              tidak dapat mengadakan campur tangan secara langsung atas
              hak buka tanah, menebang, mengumpulkan, menggembala
              daripada anggota-anggota desa di dalam wilayah kekuasaannya
              sendiri; juga penduduk dari desa lain akan kehilangan kebebasan
              mempergunakan haknya di dalam wilayah kekuasaan desa asing,
              dan tak ada seorangpun yang mempunyai hak di atas daerah-
              daerah tidak bertuan. Adapun kenyataan-kenyataan in—yang
              sekarang banyak diingkari orang—telah diakui oleh debat-debat
              erfpachtswet dari tahun 1867, dan sebuah amandemen dari F.
              van de Pette juga hendak memberi lebih banyak hak kepada
              penduduk, telah ditolak dengan 31 lawan 26 suara (Thorbecke
              “menentang”); sebab sungguhpun di atas daerah-daerah
              tidak bertuan, orang sering-sering mengumpulkan, berburu,
              menebang, membuka tanah, tetapi di atas daerah-daerah ini
              penduduk tidaklah mempunyai hak, hanya “kepentingan” saja
              (alleen “belangen”). Selanjutnya apa yang juga telah ditinjau oleh
              1867 ialah, bahwa dengan tiada suatu keberatan, kitapun dapat
              menyetujui, agar supaya syarat-syarat seperti yang tercantum
              di dalam ontginningsordonnantie diperlakukan juga kepada
              orang-orang yang akan membuka tanah di dalam wilayah
              kekuasaan desa lain, demikian pula keharusan untuk minta
              izin dari pegawai-pegawai pemerintah – asal disamping itu kita
              menjunjung tinggi hak daripada pemegang ulayat, terutama
              dalam soal pemberian izin dan pembayaran rekognisi.
                 Maka sebuah ontginningsordonnantie atau sebuah peraturan
              agraria yang didasarkan atas perbedaan-perbedaan tersebut,
              akan sangat sesuai dengan kehendak pembentuk undang-
              undang dari tahun 1854, 1867, 1870, lagi pula akan dapat
              dimengerti oleh setiap orang Indonesia.
                 Tambahan pula, dan inilah keadaan yang kedua, dengan cara
              yang sewajarnya, hak ulayat itu telah menjadi lusuh dan akan
              lenyap secara perlahan-lahan. Misalnya di Jawa-Barat, Madura
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147