Page 145 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 145
106 Orang Indonesia dan Tanahnya
penduduk yang diharapkan akan berpemerintahan sendiri di
kelak kemudian hari, ia merupakan jalan yang paling utama
dan singkat. Tambahan pula, mengenai masalah mencadangkan
hutan-hutan itu, masyarakat hukum tersebut tidaklah sekali-
kali menutup kemungkinan untuk menyerahkan haknya
kepada para kontrolir; asal saja pihak pemerintah tidak hanya
bertindak dengan plakaat atau dekreet, tetapi juga dengan
permusyawarahan yang sungguh-sungguh.
Tanah-tanah yang tidak dibudidayakan selanjutnya
hendaknya dilindungi dari voorkeurrecht para calon pembuka
tanah, yang telah memberikan batas-batas di atas tanah-tanah
tersebut, tetapi kemungkinan meninggalkannya kembali;
ketentuan ini hendaknya berlaku pula bagi memungut hasil
(plukverbood) dan bagi tanah milik yang lama tak diusahakan.
Jikalau beban-beban (pajak dsb.) tidak cukup memberikan
tekanan kepada mereka itu, maka tidak ada jalan yang lebih
baik kecuali berusaha agar supaya penduduk dapat mengatasi
persoalan ini dengan jalan memperbaiki hukum adatnya sendiri,
dan, jika jalan ini tetap tidak berhasil, hendaknya diadakan
suatu onteigenning (pencabutan hak) menurut kata-kata dan
jiwa pasal 62 ayat 6 Regeeringsreglement. Nilai onteigenning dari
hak atas sebidang tanah yang telah begitu tampak atau telah
menjadi tanah liar, haruslah rendah.
Mengenai peraturan undang-undang (wetregel) yang
mengatur pemberian tanah kepada penanam-penanam bangsa
asing, telah kita uraikan dalam bab yang lalu. Tetapi karena sudut
yang menguntungkan (door een gelukkig toeval), maka pasal 62
ayat 5 Regeeringsreglement tidaklah menuntut agar supaya
beschikkingsgrond dikecualikan dari gronduitgifte (pemberian
tanah kepada orang asing); pasal ini hanya menetapkan, bahwa
beschikkingsgrond tidak boleh diberikan, kecuali dengan