Page 143 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 143
104 Orang Indonesia dan Tanahnya
dan Aceh, pernyataan-pernyataan yang pokok dari hak ulayat
tersebut sudah lenyap; juga di dalam masa lima puluh tahun
yang terakhir, proses itu di Jawa bagian tengah dan timur mulai
bergerak dengan cepatnya, dan akan menjadi semakin cepat asal
saja tidak dihambat oleh pengertian tentang communaal bezit
yang dibuat-buat itu.
Maka dengan tiada paksaan dari pihak pemerintah,
lingkungan niemandsgrond secara teratur akan menjadi
semakin besar dengan sendirinya. Begitu pula sebuah
ontginningsordonnantie, yang berlaku untuk daerah tidak
bertuan– dan selanjutnya untuk wilayah-wilayah kekuasaan
dari desa-desa lain bagi orang-orang asing – dengan secara tetap
dan dengan sendirinya akan mendapat lapangan pengaruh yang
lebih luas.
Tetapi terhadap uraian kami di atas, para para birokrat
mungkin akan tersenyum secara mengejek. Mereka akan
mengatakan uraian tersebut hanya sebagai ucapan akademis
jika sekarang wilayah-wilayah ulayat itu semakin menjadi sempit
dihampir seluruh pulau Jawa, sehingga ontginningsordonnantie
althans untuk tahun 1919 tidak lagi merugikan hukum adat,
untuk apakah orang meributkan hal itu?
Adapun jawaban kita berdasarkan tiga buah alasan; pertama,
karena seperti juga di daerah-daerah lain, maka di beberapa
tempat di pulau Jawa masih kita jumpai “Hak menguasai” dengan
pernyataan-pernyataannya yang asli; kedua, karena sungguhpun
“Hak menguasai” itu telah hampir lusuh, tetapi di seluruh
pulau Jawa masih terdapat beberapa pernyataan-pernyataan
lain–yang perlu bagi bekerjanya hak-hak tanah secara teratur–
sehingga dengan menghapuskan beschikkingsrecht (jika dapat
berhasil) akan berakibat hancurnya sesuatu yang masih sangat
diperlukan; yang ketiga, oleh karena untuk daerah-daerah luar