Page 121 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 121
82 Orang Indonesia dan Tanahnya
yang dipergunakan untuk pertanian orang-orang Indonesia
ataupun tanah-tanah yang dengan cara lain masuk ke dalam
lingkungan hak ulayat dari desa” (niet uitgegeven mogen worden
hetzij bouwvelden der Indonesiers, hetzij gronden die uit andere
hoofde onder het beschikkingsrecht eener dorps gemeente staan).
Bagaimanakah pelaksanaan dari peraturan Baud ini
kemudian? Boleh dikatakan cukup sempurna. Sebuah
keputusan dari Raja Belanda tahun 1856 dan juga Surat-surat
perintah (aanschrijvingen) dari tahun 1856 dan 1867, yang
ketiga-tiganya masih berlaku, telah merumuskan wilayah ulayat
(beschikkingskring) dari desa-desa pribumi itu sedemikian
praktis dan dengan menggunakan kriteria yang tepat, misalnya
dengan memperbolehkan pembayaran rekognisi oleh orang-
orang asing. Redaksi dari peraturan tersebut menyebut dengan
menggunakan istilah grond in gebruikt bij de bevolking
(tanah dalam pemakaian oleh penduduk), bahkan kemudian
menyebutnya; grond in gedurig gebruik (tanah dalam pemakaian
terus-menerus), hal ini tidak berarti bahwa ia bermaksud
hendak mengingkari adanya wilayah ulayat dari desa-desa—
seperti yang ditakutkan oleh Ochussen dan Thorbecke pada
tahun 1857—melainkan adalah suatu usaha untuk membedakan
wilayah-wilayah ulayat desa dengan tanah-tanah yang tidak
bertuan (niemandgrond), dimana orang hanya kadang-kadang
saja memungut hasilnya. Kesimpulan ini jelas akan kita peroleh
apabila kita mempelajari perdebatan-perdebatan sebelum
Bijblad 2001.
Demikian pula pasal 25 dari Regentsinstructie (Instruksi
kepada para Bupati) tahun 1859 dan 1867 serta pasal 22 dari
Districthoofdeninstructie (Instruksi untuk para kepala Distrik)
dari tahun-tahun yang sama, mengakui, dengan istilah-istilah
yang masih saja belum dirangkum dalam sebuah kalimat:
“Bahwa di pulau Jawa terdapat ‘gementelijke .....regten van