Page 151 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 151
112 Orang Indonesia dan Tanahnya
dan sebagainya, sebagai suatu anugerah dari pemerintah
semata-mata. Semua ini belum banyak memberi bukti untuk
dapat mengetahui rencana pemerintah yang akan datang.
Tetapi melihat bentuk peraturan-peraturan yang dikeluarkan,
memang sudah dapat dibayangkan akan timbul akibat-akibat
yang menakutkan, karena peraturan tersebut mempergunakan
model-model Jawa sebagai sandarannya. Peraturan agraria yang
kedua, yaitu peraturan untuk Sumatera Barat tahun 1915, yang
dapat menjelaskan maksud-maksud yang sesungguhnya dari
usaha pemerintah.
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab yang lalu, maka
di daerah Sumatera Barat tidak ada sebidang tanahpun yang
tidak diliputi oleh hak ulayat dari suatu masyarakat desa (tidak
ada bau atau djandjang yang tidak diliputi hak ulayat); maka di
daerah ini selama lebih dari empat puluh tahun formula domein
selalu mengganggu ketenteraman hati penduduk. Tetapi,
kemunculan peraturan agraria 1915 yang bertentangan mutlak
dengan regeeringsreglement, yaitu telah mencabut semua hak-
hak penduduk atas tanah-tanah yang tidak dibudidayakan.
Maka sekarang tak ada lagi yang diakui, kecuali “hak-hak atas
tanah yang dimiliki oleh penduduk pribumi” (gronden, welke
aan de inlandsche bevolking toebehoren). Jadi hak-hak yang
tersisa bagi penduduk adalah hanya hak-hak yang meliputi
tanah sawah, pekarangan dan sejenis itu. Padahal secara jujur,
pasal permulaannya (begin artikel) telah merumuskan, sesuai
dengan kriteria dari Bijblad 2001, bahwa pemerintah akan
memperlindungi hak-hak atas “tanah-tanah, yang dengan
sesuatu cara termasuk lingkungan desa (gronden, uit eenigen
hoofde tot de dorpen behoren- meliputi baik tanah-tanah
pertanian maupun tanah-tanah yang tidak dibudidayakan),” dan
secara harmonis akan menyesuaikan hak-hak tersebut dengan
kebutuhan pemerintah.