Page 155 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 155
116 Orang Indonesia dan Tanahnya
Tetapi justru karena tindakan pemerintah melulu
berdasarkan unsur paksaan (dwang), maka hasil yang diperoleh
sangat goyah. Misalnya di Jawa Tangah dan Jawa Timur, secara
pasti semua usaha telah dijalankan untuk mematahkan serta
menghapuskan hak ulayat desa, boleh dikatakan tidak ada alat
kekuasaan Barat yang belum dicoba untuk usaha tersebut.
Tetapi pernyataan-pernyataan dari hak menguasai tersebut
masih saja dijumpai di mana-mana (misalnya oleh penyelidikan
welvaartcommissie tahun 1904, dalam proses yang terjadi di
Kedu pada tahun 1915, dalam permohonan erfpacht di Besuki
tahun 1917, dan sebagainya). Maka dengan diundangkannya
peraturan-peraturan agraria untuk daerah Sumatera Barat dan
Manado, akan lenyap jugakah hak-hak dari penduduk itu?
Apakah hak menguasai dari masyarakat desa, atau gabungan
desa di Minahasa; hak ontginning, menebang, mengumpulkan,
menggembala daripada penduduk; hak prioritas (voorkeurrecht)
atas tanah dan hak mengambil manfaat atas tanah (genotrecht);
apakah hak-hak tersebut, selama mereka belum lusuh secara
yang sewajarnya, dapat dihapuskan oleh peraturan-peraturan itu?
Dan semua ini terjadi, pada waktu kita dapat melihat sebuah
contoh yang sangat baik di tempat lain di pulau Sumatera,
yang menunjukkan bagaimana seharusnya orang bertindak
dalam masalah hak-hak penduduk atas tanah-tanah yang
tidak dibudidayakan. Sebagaimana telah kita uraikan dalam
bab III, maka pada tahun 1906, di daerah Jambi, oleh residen
disitu telah dikeluarkan peraturan-peraturan (regels) untuk
pengadilan bumiputera (inheemsche rechtspraak). Meskipun
didalam bentuknya peraturan-peraturan tersebut terikat kepada
konstruksi pemerintah, tetapi ia memberikan pengakuan yang
loyal dan berharga (leerzaam) kepada hak-hak penduduk, yang
telah diingkari oleh orang-orang para birokrat. Ternyata aturan-
aturan tersebut berkali-kali dapat memberikan pemecahan

