Page 90 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 90

C. Van Vollenhoven  51
              daerah-daerah swapraja di Jawa menjadi inlandsch bezitrecht
              (hak milik pribumi) biasa—toh ia menggunakan lagi artian yang
              tidak berlaku lagi itu: communaal bezit gebruiksaandelen (milik
              komunal dengan pemakaian secara bergilir).
                 Tentu saja peraturan untuk Lombok tersebut mempunyai
              juga banyak keuntungan. Keseluruhan peraturan ini, terutama
              apabila kita mengingat tujuannya yang hendak mengatur dan
              membuat “menjadi terangnya” kebutuhan-kebutuhan yang
              sungguh-sungguh ada adalah memang baik dan berfaedah.
              Patut disayangkan sekali karena model-model Jawa yang
              dibuat-buat itu telah merusak kesederhanaan dan kewajaran
              dari peraturan ini.
                 Sekarang giliran kita meninjau peraturan Sumatera Barat.
              Pengetahuan lokal tentang hukum adat yang mengatur masalah
              tanah di daerah ini benar-benar tidak ada kekurangannya. Maka
              jika orang sungguh-sungguh berkehendak untuk membuat
              peraturan yang baik, di sinilah tempatnya yang tepat. Terutama
              karena peraturan ini tidak bermaksud membuat kodifikasi yang
              lengkap, tetapi hanyalah “menetapkan beberapa ketentuan
              (regels) tentang hak-hak tanah dari penduduk pribumi.”
                 Benarkah peraturan ini hanya bermaksud menetapkan
              beberapa baris ketentuan? Memang benar, tetapi mereka
              masih saja tidak mampu menyelesaikan tugas yang sederhana
              ini. Berladang secara berpindah-pindah (tijdelijke cultuur
              van wisselvallige bouwvelden) tidaklah berani ia melarangnya
              (atau memang tidak memiliki keinginan untuk melarang
              hal itu?); namun “tanah-tanah yang menjadi kepunyaan
              penduduk pribumi” (gronden welke aan de Inlandsche bevolking
              toebehoeren)—atau tanah-tanah yang dimanfaatkan oleh
              mereka itu (genotgrond) tidak diatur pula, sebab model Jawa
              tidak mengenal pengertian ini. Hak ulayat desa yang meliputi
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95